Trump akan mengirim migran tak berdokumen ke Teluk Guantanamo – Tempat apa itu?
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah memerintahkan pembangunan fasilitas penahanan migran di Teluk Guantanamo yang disebut-sebut akan menampung hingga 30.000 orang.
Trump mengatakan bahwa fasilitas penahanan itu berada di Pangkalan Angkatan Laut AS di Kuba, terpisah dari penjara militer berkeamanan tinggi. Fasilitas tersebut, kata Trump, akan menampung “imigran gelap kriminal terburuk yang mengancam rakyat Amerika.”
“Kami akan mengirim mereka ke Guantanamo,” kata Trump pada Rabu (29/01).
Teluk Guantanamo telah lama digunakan untuk menampung para migran, sebuah praktik yang dikritik oleh beberapa kelompok hak asasi manusia.
Pangkalan AL AS di Teluk Guantanamo digunakan untuk apa?
Pangkalan AL AS di Kuba terkenal sebagai tempat penampungan para tersangka setelah serangan 11 September 2001.
Akhir dari Artikel-artikel yang direkomendasikan
Pangkalan ini memiliki pusat penahanan militer dan ruang sidang bagi orang-orang asing yang ditahan semasa pemerintahan Presiden George W Bush. Periode itu disebut pemerintah AS sebagai “perang melawan teror.”
Didirikan pada tahun 2002 oleh Bush, fasilitas tersebut kini menampung 15 tahanan, termasuk sosok yang dituduh sebagai dalang serangan 11 September 2001 atau kerap disebut dengan istilah 9/11, Khalid Sheikh Mohammed.
Sosok lainnya yang ditahan di Guantanamo adalah Hambali. Pria asal Indonesia itu disebut sebagai ‘otak’ serangan teror bom di Bali, Oktober 2002, dan beberapa serangan bom lainnya,
Pria yang bernama asli Encep Nurjaman, bersama dua orang terduga teroris asal Malaysia, telah muncul di pengadilan di pusat penahanan Guantanamo pada 2021.
Pascaserangan 11 September 2021, AS menjebloskan hampir 800 orang ke Guantanamo.
Beberapa presiden dari Partai Demokrat, termasuk Barack Obama, berjanji untuk menutupnya tetapi tidak dapat melakukannya.
Pangkalan ini juga memiliki fasilitas kecil terpisah yang digunakan selama beberapa dekade untuk menahan para migran. Dikenal sebagai Pusat Operasi Migran Guantanamo (GMOC), fasilitas ini telah digunakan oleh sejumlah presiden AS, baik dari Partai Republik maupun Demokrat.
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
Pangkalan ini terutama menampung orang-orang yang dicegat saat mencoba mencapai AS secara ilegal dengan perahu, sebagian besar berasal dari Haiti dan Kuba.
“Kami hanya akan memperluas pusat migran yang sudah ada,” kata Tom Homan, orang yang ditunjuk Trump menangani imigrasi AS.
Tom menambahkan bahwa pusat tersebut akan dikelola oleh Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai (ICE).
Apa yang ingin Trump lakukan?
Pengumuman Trump mengemuka saat ia menandatangani Undang-Undang Laken Riley. UU ini mengharuskan migran tak berdokumen resmi yang ditangkap karena pencurian atau kejahatan kekerasan untuk ditahan di penjara sambil menunggu persidangan.
UU tersebut, yang dinamai berdasarkan nama seorang mahasiswa keperawatan Georgia yang dibunuh tahun lalu oleh seorang migran Venezuela, telah disetujui oleh Kongres minggu lalu. Hal itu menandai kemenangan legislatif pertama bagi pemerintahan Trump.
Trump mengatakan bahwa para migran dapat diangkut ke sana secara langsung setelah dicegat di laut oleh Penjaga Pantai AS. Trump membuat klaim bahwa standar penahanan “tertinggi” akan diterapkan dalam pelaksanaannya.
Menurutnya, fasilitas tersebut akan menggandakan kapasitas AS untuk menahan migran tidak berdokumen.
Siapa saja yang akan ditahan di Guantanamo?
Fasilitas penahanan migran di Guantanamo akan digunakan untuk menahan orang-orang “terburuk dari yang terburuk,” kata pejabat pemerintah AS.
Menteri Keamanan Dalam Negeri, Kristi Noem, dan Kepala Badan Imigrasi, Tom Homan, sama-sama menggunakan frasa tersebut saat berbicara kepada wartawan di luar Gedung Putih.
Pernyataan Gedung Putih soal siapa yang akan ditahan di Guantanamo justru kurang spesifik.
Gedung Putih mengatakan fasilitas yang diperluas itu akan “memberikan ruang penahanan tambahan bagi kriminal asing berprioritas tinggi yang secara ilegal berada di Amerika Serikat, dan untuk memenuhi kebutuhan penegakan hukum imigrasi terkait.”
Bagaimana reaksi terhadap rencana Trump?
Deepa Alagesan, seorang pengacara senior di International Refugee Assistance Project (IRAP), menyebut rencana Trump untuk menambah jumlah migran yang ditahan di Guantanamo sebagai “prospek yang menakutkan.”
Deepa yakin fasilitas migrasi itu digunakan untuk menahan orang “dalam jumlah dua digit,” paparnya dalam sebuah wawancara dengan kantor berita AP.
Vince Warren, direktur eksekutif Center for Constitutional Rights yang berbasis di New York, sebuah kelompok advokasi hukum yang telah mewakili puluhan pria yang ditahan di pangkalan itu sejak 9/11, mengatakan keputusan Trump “harus membuat kita semua ngeri.”
Dalam sebuah pernyataan, ia mengatakan keputusan Trump “mengirimkan pesan yang jelas: migran dan pencari suaka dianggap sebagai ancaman teroris baru, yang pantas dibuang di penjara pulau, dicabut dari layanan dan dukungan hukum dan sosial.”
Dalam sebuah laporan tahun 2024, IRAP menuduh pemerintah AS secara diam-diam menahan migran di Guantanamo dalam kondisi “tidak manusiawi” tanpa batas waktu setelah menangkap mereka di laut.
Baru-baru ini, organisasi sipil American Civil Liberties Union menuntut transparansi soal fasilitas di Guantanamo menggunakan hak kebebasan informasi. Bentuk transparansi yang dimaksud adalah mengungkap catatan resmi pemerintah tentang lokasi tersebut.
Pemerintahan Biden menanggapi bahwa “itu bukan fasilitas penahanan dan tidak ada migran di sana yang ditahan.”
Namun, pemerintahan Trump mengatakan bahwa fasilitas yang bakal diperluas itu memang dimaksudkan sebagai pusat penahanan.
Berapa besar biayanya dan kapan dibuka?
Tidak jelas berapa biaya yang dibutuhkan untuk mengongkosi fasilitas tersebut atau kapan fasilitas itu akan selesai.
Pemerintahan Trump dilaporkan akan meminta Kongres untuk mendanai perluasan fasilitas penahanan yang ada sebagai bagian dari rancangan undang-undang pengeluaran yang sedang disusun oleh Partai Republik.
Ketika ditanya oleh wartawan di Gedung Putih, Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem hanya mengatakan bahwa dana tersebut akan dialokasikan melalui “pencocokan dan penyesuaian” anggaran.
Bagaimana reaksi di Kuba?
Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
AS menyewa Teluk Guantanamo dari Kuba selama lebih dari satu abad, situasi yang bermula setelah Perang Spanyol-Amerika pada 1898.
Setelah AS mengalahkan Spanyol, Kuba memperoleh kemerdekaannya. Namun, Kuba harus melaksanakan berbagai syarat yang ditetapkan oleh AS, termasuk AS berhak campur tangan dalam urusan Kuba dan AS berhak menyewa tanah untuk pangkalan angkatan laut.
Pada 1903, AS dan Kuba menandatangani perjanjian sewa yang memberikan kendali AS atas Teluk Guantanamo.
Perjanjian tersebut memberi AS sewa abadi untuk pangkalan tersebut, dengan imbalan sewa tahunan sebesar US$2.000 dalam bentuk koin emas. Jumlah ini kemudian disesuaikan pada 1934 menjadi nilai yang setara dengan US$4.085, tetapi pembayaran tersebut sebagian besar masih bersifat simbolis.
Kuba menentang sewa tersebut dan biasanya menolak pembayaran sewa dari AS.
Melalui media sosial X, Presiden Kuba Miguel Díaz-Canel menilai keputusan Trump sebagai “tindakan brutal”. Dia menyatakan pangkalan di Guantanamo “terletak di wilayah Kuba yang diduduki secara ilegal.”
Menteri Luar Negeri Kuba, Bruno Rodríguez, mengatakan, “Keputusan pemerintah AS untuk memenjarakan para migran di Pangkalan Angkatan Laut Guantanamo, di tempat mereka menciptakan pusat penyiksaan dan penahanan tanpa batas waktu, menunjukkan penghinaan terhadap kondisi manusia dan hukum internasional.”