KUBET – Lima penemu yang meninggal dunia akibat barang ciptaan mereka

Lima penemu yang meninggal dunia akibat barang ciptaan mereka

Ilustrasi Icarus

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Seperti Daedalus yang kehilangan putranya, Icarus, dalam mitologi Yunani, beberapa orang telah menjadi korban dari penemuan mereka sendiri.

Tidak semua penemu bernasib sama.

Sebagian inventor menjadi termasyhur berkat karya cipta mereka. Tidak sedikit namanya abadi dalam sejarah karena senantiasa dikaitkan dengan hasil penemuannya.

Sebut saja kode Morse yang diciptakan Samuel Morse dan pasteurisasi dari hasil penelitian Louis Pasteur.

Ada pula jacuzzi yang dikembangkan Candido Jacuzzi dan kubus Rubik buah karya Ernő Rubik.

Mikhail Kalashnikov menjadi terkenal karena merancang senapan AK-47 yang menjadi momok banyak orang. Sementara Adolphe Sax memanjakan telinga khalayak berkat temuannya: saksofon.

Bangsawan Inggris, John Montagu alias Earl of Sandwich ke-4, dikenal sebagai penemu hidangan sandwich.

Di sisi lain, jumlah penemu yang namanya jarang diingat juga tidak kalah banyak—meski karya mereka kita gunakan sehari-hari.

Contohnya Robert Yates, penemu pembuka kaleng yang praktis. Lalu ada Margaret Knight, sang pencipta mesin pembuat kantong kertas berpantat datar.

Belum lagi Garrett Augustus Morgan Sr., pria Afro-Amerika yang berjasa menemukan lampu lalu lintas.

Kemudian, ada juga penemu yang menemui ajal akibat barang ciptaan mereka sendiri. Berikut ini adalah lima kisah tragis dari para inovator itu.

Jatuh dari langit

Terbang bagaikan burung adalah impian orang sejak dahulu kala.

Dalam mitologi Yunani, Daedalus menciptakan dua pasang sayap untuknya dan putranya, Icarus, supaya dapat kabur dari Pulau Kreta.

Daedalus menggunakan bulu-bulu burung berbagai ukuran dengan lilin sebagai perekat. Naas, putranya, Icarus, terbang terlalu dekat dengan matahari yang membuat lilin di sayapnya meleleh.

garis

BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

garis

Hukum gravitasi tetap bisa memakan korban, tidak peduli secanggih apa pun teknologinya.

Robert Cocking, seniman Inggris, dikenal bukan karena karya seninya, melainkan sebagai korban tewas pertama dalam kecelakaan terjun payung.

Pada tahun 1785, inventor terkemuka asal Prancis, Jean-Pierre Blanchard, melakukan terjun payung modern pertama.

Setengah abad kemudian, Cocking merasa mampu menyempurnakan desain parasut yang sudah berkali-kali dikembangkan sejak Blanchard.

Robert Cocking

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Dua litograf berwarna ini menunjukkan naiknya balon udara dan terjun payung maut Robert Cocking (1776–1837).

Cocking menghabiskan bertahun-tahun mengembangkan parasutnya sendiri hingga tiba saatnya untuk uji coba.

Pada 24 Juli 1834, Cocking dan parasut buatannya lepas landas. Dia bergantung pada balon udara terkenal, Royal Nassau, dan terbang tinggi di langit London

Begitu tiba daerah Greenwich, ketinggian balon udara sudah mencapai sekitar 1.500 meter, dan matahari mulai tenggelam.

Ini artinya Cocking harus segera melepaskan diri dari balon untuk membuktikan hasil karyanya. Dia pun melompat.

Awalnya, semuanya terlihat baik-baik saja meskipun Cocking turun terlalu cepat.

Tiba-tiba, kain parasutnya berputar, sobek, dan akhirnya lepas dari keranjangnya.

Cocking tewas akibat benturan saat mendarat. Dia ternyata lupa menghitung berat parasutnya sendiri.

Franz Reichelt

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Franz Reichelt menunjukkan baju parasut rancangannya

Sekitar 80 tahun kemudian, seorang penjahit Prancis bernama Franz Reichelt mengalami kejadian serupa.

Kecelakaan Reichelt sama dramatisnya dengan Cocking. Bedanya, peristiwa yang menimpa Reichelt tidak hanya digambar kartunis, tetapi juga diabadikan para fotografer dan bahkan kru film.

Reichelt ingin merancang baju pilot yang bisa mengembang menjadi parasut jika mereka harus keluar dari pesawat.

Desain awalnya dengan sayap lipat berbahan sutra terlihat menjanjikan saat diuji coba dengan manekin yang dilempar dari gedungnya di Paris.

Namun, rancangan awal itu sulit untuk dibawa-bawa sehingga Reichelt memodifikasinya.

Setelah selesai, Reichelt mencari tempat peluncuran yang lebih tinggi agar manekinnya bisa mendapatkan kecepatan yang cukup.

Dia berharap ketinggian ini bisa membuat parasutnya mengembang dengan sempurna.

Lantai pertama Menara Eiffel, yang tingginya 57 meter dari tanah, adalah tempat yang ideal.

Baca juga:

Reichelt mendapatkan izin untuk pengujian tersebut dan mengundang sejumlah wartawan pada tanggal 4 Februari 1912.

Namun, pada hari-H, Reichelt membuat pengumuman yang mengejutkan: alih-alih melempar manekin, dia akan melompat sendiri.

Polisi sudah memperingatkan Reichelt bahwa dia tidak memiliki izin untuk lompatan langsung. Teman-temannya juga berusaha membujuknya untuk mengurungkan niatnya.

Namun, Reichelt tetap nekat naik ke menara dan, dengan pakaian yang sebagian terbuka, dia melompat.

Parasut buatannya tidak pernah terbuka sepenuhnya, dan Reichelt tewas di depan banyak penonton.

Melawan segala kemungkinan

Ada banyak atraksi yang mengejutkan pengunjung di kediaman Henry dan Jane Winstanley atau yang dikenal sebagai Rumah Ajaib Essex (“Essex House of Wonders”) di Inggris.

Ada kursi yang terlihat nyaman, tetapi ketika seseorang duduk di atasnya, kursi itu akan “memeluk” orang tersebut.

Ada juga gerobak teh dengan camilan manis yang secara ajaib melayang dari langit-langit.

Semua itu adalah hasil karya Henry Winstanley, pelukis dan pengukir yang menaruh minat pada peralatan mekanik dan hidrolik.

Pada tahun 1690-an, Henry membuka Teater Air Matematika (“Mathematical Water Theatre”) di London yang dipenuhi atraksi buatannya sendiri yang mewah dan jenius.

Popularitas Winstanley memungkinkannya untuk berinvestasi dalam perahu.

Mercusuar Winstanley

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Versi pertama mercusuar Winstanley yang berwarna-warni dan berornamen.
Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca

Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Dua kapal Winstanley kemudian karam di bebatuan Eddystone di lepas pantai barat daya Inggris.

Dia pun menyadari bahwa daerah itu sering menyebabkan kapal karam dan merenggut nyawa banyak pelaut selama berabad-abad.

Dia merasa harus melakukan sesuatu.

Winstanley merancang sebuah mercusuar untuk dibangun di atas bebatuan itu. Dia pun mempresentasikan rencananya ke pemerintah lokal.

Awalnya sulit bagi Winstanley untuk meyakinkan pihak berwenang. Mercusuar belum pernah dibangun di laut lepas, apalagi di atas bebatuan yang tertutup air saat pasang.

Pembangunan mercusuar akhirnya dimulai pada tahun 1696. Namun, Winstanley kemudian diculik oleh bajak laut Prancis.

Setelah dibebaskan, Winstanley melanjutkan pekerjaannya. Pada tahun 1698, dia menyalakan 60 lampu di menara setinggi 27 meter itu.

Winstanley lalu menyadari bahwa mercusuar itu berderit saat angin kencang dan tidak terlihat saat terjadi ombak sangat besar.

Winstanley mendesain ulang struktur mercusuar, memperkuat dindingnya, dan menambah tingginya menjadi 40 meter.

Setelah merasa puas dengan keamanan mercusuar Winstanley menyatakan bahwa dia dengan senang hati menghabiskan malam di bangunan itu saat badai besar.

Mercusuar Winstanley

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Selama 5 tahun beroperasi, tidak ada kapal karam di sekitar mercusuar Winstanley

Pada tahun 1703, badai terparah dalam sejarah Inggris melanda. Kecepatan angin mencapai 190 kilometer per jam dan menewaskan sekitar 15.000 orang baik di laut maupun di darat.

Winstanley tidak sabar untuk melihat apakah mercusuarnya berhasil melewati ujian berat tersebut.

Pada tanggal 27 November, badai sedikit mereda sehingga memungkinkan Winstanley untuk mengunjungi mercusuarnya.

Winstanley senang mendapati mercusuarnya masih berdiri kokoh. Kepada teman-temannya, dia mengatakan akan bermalam di sana.

Malam itu, angin bertiup lebih kencang, menghancurkan seluruh mercusuar dan Winstanley, seperti dikutip The Ministry of History.

Namun, karya Winstanley tidak sia-sia.

Selama lima tahun beroperasi, tidak ada kapal karam yang tercatat di daerah tersebut berkat mercusuar Winstanley—pencapaian yang luar biasa di tempat yang sangat berbahaya.

Itulah sebabnya hingga hari ini masih ada mercusuar di bebatuan Eddystone.

Sinar dan percikan api

Pada tahun 1740-an, fenomena kelistrikan membangkitkan minat banyak ilmuwan. Terutama setelah penemuan botol Leyden yang tidak disengaja pada tahun 1745.

Fisikawan Rusia keturunan Jerman Baltik, Georg Wilhelm Richmann, pionir pekerjaan kelistrikan adalah salah satu penggemar fenomena ini.

Pada tahun 1752, Benjamin Franklin menyatakan bahwa petir adalah fenomena kelistrikan dan satu eksperimen dapat membuktikannya.

Richmann hendak menjadi orang yang melakukan percobaan itu. Dia ingin mengukur kekuatan listrik atmosfer dengan elektrometer temuannya.

Di rumahnya, Richmann memasang batang besi yang terhubung ke kabel di atap.

Elektrometer buatannya dipasang di batang tersebut, menurut artikel dari Perpustakaan Linda Hall.

Kematian Richmann

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Ilustrasi De Les Merveilles de la Science yang diterbitkan pada tahun 1870 menggambarkan kematian tragis Richmann.

Pada 6 Agustus 1753, badai dahsyat melanda dan Richmann dan koleganya bergegas ke rumahnya dari Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia.

Menurut koleganya, Richmann sedang mengamati elektrometernya ketika bola petir kecil terpercik dan menghantam dahinya.

Tubuh Richmann terpelanting ke tanah. Tidak lama kemudian, terjadi ledakan dan api mulai menyebar.

Richmann adalah korban fatal pertama dari penelitian tentang listrik.

“Tidak semua ahli listrik meninggal secara mulia seperti Richmann,” tulis ilmuwan Inggris Joseph Priestley pada tahun 1767.

Tendangan maut

Banyak perusahaan penerbitan raksasa berkembang pada abad ke-19. Permintaan akan surat kabar melambung, sementara teknologi mesin percetakan saat itu masih terbatas.

Pada tahun 1860-an, William Bullock membantu merevolusi industri percetakan di Amerika Serikat.

Bullock adalah penemu mesin cetak putar gulungan yang menjadi solusi sejumlah persoalan teknis.

Mesin cetak Bullock memungkinkan gulungan kertas ukuran besar diumpankan secara otomatis ke rol-rol secara terus menerus.

Mesin cetak sebelumnya membutuhkan pengerjaan manual yang melelahkan.

Mesin temuan Bullock juga secara otomatis mencetak surat kabar di kedua sisi kertas, melipatnya, dan memotong-motong lembaran kertas dengan cepat dan tepat.

Pada bulan April 1867, Bullock sedang melakukan penyesuaian untuk salah satu mesin cetaknya yang untuk surat kabar Philadelphia Public Ledger.

Sabuk penggerak mesin tiba-tiba terlepas dari katrol.

Alih-alih mematikan mesin cetak putar, Bullock menendang mesin agar berfungsi seperti kepercayaan orang-orang dulu.

Kakinya terjerat dalam sabuk. Meskipun sempat dirawat di rumah sakit, Bullock mengalami gangren dan meninggal dunia saat operasi amputasi kakinya.

Pada tahun 1964, Bullock diberi penghargaan dengan plakat yang bertuliskan: “Penemuannya atas mesin cetak putar (1863) memungkinkan terbitnya surat kabar modern”.

Tinggalkan Balasan