KUBET – Ramai-ramai mengunjungi gua yang ‘tembus ke Makkah’, mengapa orang-orang percaya?

Ramai-ramai mengunjungi gua yang ‘tembus ke Makkah’, mengapa orang-orang percaya?

Pengunjung memasuki Gua Safarwadi yang viral karena bisa "tembus sampai ke Makkah".

Sumber gambar, BBC Indonesia/Tri Wahyuni

Keterangan gambar, Pengunjung memasuki Gua Safarwadi yang viral karena bisa “tembus sampai ke Makkah”.

Terik matahari yang pelan-pelan berganti hujan deras tidak menyurutkan semangat para pengunjung untuk menelusuri Gua Safarwadi di kompleks ziarah Pamijahan, Jawa Barat. Saat BBC News Indonesia mengunjungi kompleks ini pada akhir pekan terakhir Februari lalu, tercatat ribuan orang mengunjungi gua yang dianggap sejumlah orang bisa “tembus sampai ke Makkah”.

Sukron Basran hanya satu dari sekian banyak orang yang penasaran dengan gua yang berada di kompleks makam Syekh Abdul Muhyi di Desa Pamijahan, Tasikmalaya, Jawa Barat, ini.

Gara-gara video yang viral di media sosial, dia dan seratusan orang rombongan pengajiannya berangkat dari Cirebon pada Jumat (21/02).

Mereka menggunakan tiga bus wisata dan menyebut perjalanannya sebagai “tur religi”.

Sebelum ke Gua Safarwadi, Sukron dan rombongan mengunjungi makam-makam keramat di Banten dan Kuningan, termasuk makam Syekh Abdul Muhyi di dekat gua. Datang ke gua adalah agenda tambahan, kata dia.

“Karena viral jadi penasaran. Lorong yang tembus ke Makkah itu kita pengin lihat, pengin tahu,” kata Sukron saat menunggu giliran masuk ke dalam gua.

Laki-laki berusia 35 tahun itu percaya tentang kisah “orang zaman dulu” yang bisa pergi ke Makkah melalui gua ini.

Namun, jika dikaitkan dengan konteks masa kini, dia ragu karena lorong yang katanya tembus ke Makkah itu ditutup dan tidak ada yang bisa membuktikan kebenarannya.

Walaupun begitu, Sukron mengaku tetap ingin berdoa di dalam gua, berharap bisa menunaikan ibadah haji.

“Barangkali berkunjung ke sini, berdoa, bisa ke Tanah Suci,” ucapnya.

garis

BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

garis

Doa dan harapan yang sama juga masih dilantunkan Mirah yang setiap setahun sekali berkunjung ke Gua Safarwadi.

Rutinitas itu sudah dia lakukan sejak 2009 lalu untuk “mencari berkah para wali”.

Sampai di kunjungannya yang sudah belasan kali ini, Mirah masih menanti doanya untuk pergi naik haji bisa terwujud.

“Kalau doa sendiri kan saya orang enggak punya ilmu. Kalau datang ke sini kan minta ikhtiar, mungkin dapat syafakat Syekh Muhyi, berkahnya para wali, kita bisa ikut didoakan juga, diijabah doanya,” katanya penuh harap.

Wajah Mirah berseri-seri, memancarkan kegembiraan.

Pengunjung menyusuri Gua Safarwadi.

Sumber gambar, BBC Indonesia/Tri Wahyuni

Keterangan gambar, Pengunjung menyusuri Gua Safarwadi.
Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca

Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Awal Februari lalu, Gua Safarwadi viral di media sosial. Video gua itu disertai narasi bahwa pengunjungnya bisa tembus sampai ke Makkah.

Dalam sebuah video bahkan disebutkan perjalanan ke Makkah dari gua itu bisa ditempuh dalam 1,5 jam. Pembuat video mengaku mendengarnya dari seseorang yang kabarnya merupakan pemandu wisata setempat.

Di video lainnya, sekelompok orang masuk ke dalam gua sambil mengucapkan kalimat talbiyah, “Labbaik Allahumma Labbaik“, seperti ketika seseorang hendak memulai rangkaian ibadah haji.

Sebagian warganet menanggapi dengan kelakar.

“Pakai paspor tidak?”

“Di ujung guanya ada kantor imigrasi?”

Namun tak sedikit warganet mencemooh para pengunjung Gua Safarwadi. Polemik ini membuat dua organisasi Islam besar di Indonesia turut berkomentar.

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dadang Kahmad, menilai kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap hal mistik masih kuat membuat sekelompok orang masih menerima hal-hal yang “tidak rasional” sebagai kebenaran.

“Di sinilah perlunya dakwah pencerahan, agar masyarakat tidak terjebak dalam keyakinan yang tidak berdasar,” ujar Dadang.

Cholil Nafis, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang dakwah dan ukhuwah, mengatakan sebaiknya gua diperuntukkan untuk rekreasi dan tadabur alam saja.

“Yang begini tak usah dipercaya. Ke Makkah lewat jalur biasa yang ditentukan oleh negara Indonesia dan Arab Saudi,” kata Cholil Nafis kepada media.

Hanya di media sosial

Sejak Minggu (23/02) pagi, gelombang pengunjung yang masuk ke gua tidak kunjung habis. Satu rombongan masuk, rombongan lainnya datang.

Mereka yang belum kebagian masuk memilih mengantre sambil duduk-duduk di selasar pos penjaga atau warung sekitar.

Sesekali terdengar lantunan azan dari mulut gua. Beberapa kali terdengar selawat.

Beberapa pengunjung menggunakan jas hujan karena sedang hujan lebat. Mereka lebih hati-hati melangkah karena volume aliran air alami di dalam gua naik.

Sumber gambar, BBC Indonesia/Tri Wahyuni

Keterangan gambar, Hujan lebat membuat volume aliran air alami di dalam gua naik, tetapi tidak menyurutkan antusiasme pengunjung untuk napak tilas.

Rupanya ada semacam peraturan tidak tertulis sebelum masuk ke gua, yaitu mengumandangkan azan atau berselawat.

Shallallahu ‘ala Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.”

Namun, dari puluhan rombongan yang sudah masuk ke gua, belum terdengar ada rombongan yang melafalkan “Labbaik Allahumma Labbaik“, seperti yang terekam dalam video yang viral.

“Saya lahir di sini dan tujuh tahun jaga pintu masuk gua, enggak ada yang baca talbiyah. Waktu itu saja ada setelah viral,” kata Aep, penjaga pos masuk Gua Safarwadi menyampaikan keheranannya.

Kisah Gua Safarwadi yang bisa tembus ke Makkah tersebar secara turun-temurun di antara warga Pamijahan.

Mirah, pengunjung asal Cirebon, pun sudah meyakini kisah itu sejak belasan tahun lalu.

“Mengapa baru viral sekarang?” kata Aep keheranan, terlebih dengan informasi yang kata dia “sedikit keliru”.

Lorong menuju Makkah dan ‘peci haji’

Syekh Abdul Muhyi dikenal sebagai salah satu penyebar agama Islam di Jawa Barat bagian selatan pada abad ke-17.

Konon, di gua inilah Syekh Abdul Muhyi menyebarkan agama Islam kepada murid-muridnya dan juga bertapa.

Ketika Syekh Abdul Muhyi wafat pada 1730 Masehi, ia dimakamkan tak jauh dari Gua Safarwadi. Jaraknya kurang lebih 800 meter.

Dalam buku berjudul Wali Berandal Tanah Jawa (Quinn, 2021) dituliskan Gua Safarwadi juga dipercaya menjadi tempat pertemuan Wali Sanga–sembilan tokoh ulama yang sangat dihormati dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia.

Baca juga:

Para peziarah dan penduduk setempat percaya para Wali Sanga berkumpul di sana untuk bersembahyang setelah menempuh perjalanan melalui lorong-lorong bawah tanah dengan kecepatan kilat dari kota tempat tinggal mereka masing-masing.

Itulah sebabnya, selain “lorong menuju Makkah” ada juga lorong-lorong lainnya yang dipercaya bisa tembus ke Cirebon, Surabaya, dan Banten.

Sekelompok pengunjung melantunkan doa di depan lorong yang konon digunakan Syekh Abdul Muhyi untuk pergi ke Tanah Suci dengan "karamahnya".

Sumber gambar, BBC Indonesia/Tri Wahyuni

Keterangan gambar, Sekelompok pengunjung melantunkan doa di depan lorong yang konon digunakan Syekh Abdul Muhyi untuk pergi ke Tanah Suci dengan “karamahnya”.

Di luar kisah-kisah itu, kondisi Gua Safarwadi tidak berbeda dengan gua-gua lainnya, gelap dan lembab. Di beberapa tempat, sekelompok kelelawar menggantung di langit-langit.

Rondi—seorang pemandu—menunjukkan lokasi-lokasi yang diyakini sebagai tempat Syekh Abdul Muhyi melakukan kegiatannya.

Bermodalkan lampu petromak, dia memimpin jalan dan menceritakan kisah-kisah tentang gua.

Tidak seberapa jauh dari pintu masuk, ada tetesan air dari stalaktit yang oleh pengelola dan pengunjung disebut air Zamzam.

Rondi bilang, biasanya pengunjung membasuh mukanya dengan air itu, “mengharapkan keberkahan yang sama seperti air Zamzam”.

Di sebelah kanannya, ada sebuah bilik yang diyakini sebagai tempat pertapaan Syekh Abdul Muhyi.

Saat BBC News Indonesia menyusuri gua pada akhir Februari lalu, terlihat sekelompok pengunjung menyempatkan diri untuk berdoa, berselawat, atau melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Mereka berjongkok, khusyuk, dengan kepala tertunduk dan tangan menengadah.

Jalan lagi beberapa meter ada kolam kecil dengan tulisan air kahuripan, yang dalam bahasa Indonesia berarti air kehidupan. Airnya jernih, mengucur seperti dari sebuah keran.

Konon, air ini digunakan Syekh Abdul Muhyi untuk berwudu. Pengunjung bisa menggunakan air ini untuk berwudu atau meminumnya untuk melepas dahaga setelah lelah menyusuri gua.

Gua Safarwadi
Keterangan gambar, Salah satu sudut di Gua Safarwadi.

Di sebelah air kahuripan ada tangga yang mengantarkan ke sebuah bilik yang luas. Lokasi ini disebut masjid agung.

Lagi, beberapa pengunjung mengumandangkan azan. Kali ini di depan batu yang diyakini sebagai mimbar, ada juga yang berdiri di atasnya.

Rombongan lain menyempatkan duduk dan melantunkan doa-doa. Suara mereka menggema, memantul-mantul di dinding gua.

Naik sedikit dari ‘aula’ masjid agung, terdapat sebuah lorong kecil. Inilah lorong yang disebut-sebut bisa “tembus sampai ke Makkah”.

Di lorong yang tampak kecil itu konon Syekh Abdul Muhyi pergi ke Makkah “dengan keistimewaannya”.

“Cerita itu dulu hanya dikatakan di masa beliau, Syekh Abdul Muhyi, dengan keistimewaan beliau sebagai waliyullah yang diberikan karamah oleh Allah,” kata Endang Ajidin, sesepuh kompleks ziarah Pamijahan.

“Karamah itu arti dan maknanya sebuah pemberian dari Allah kepada seseorang hamba yang dipilihnya. Dengan pemberian itu tidak mungkin bisa ditiru atau dilakukan oleh manusia-manusia biasa.”

Endang mengatakan, informasi yang ada dalam video viral “terlanjur ditelan mentah-mentah oleh banyak orang dan dinilai keliru”.

Endang Ajidin, sesepuh di kompleks makam Syekh Abdul Muhyi di Pamijahan, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Sumber gambar, BBC Indonesia/Tri Wahyuni

Keterangan gambar, Endang Ajidin, sesepuh di kompleks makam Syekh Abdul Muhyi di Pamijahan, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Apa yang dikatakan Endang itu sudah terbukti. Beberapa tahun lalu pernah ada pengunjung yang mencoba masuk ke lorong itu. Bukannya sampai ke Makkah, dia malah sulit keluar.

Gara-gara kejadian itu, mulut lorong ditutup teralis besi hingga sekarang.

Di sisi kiri lorong “menuju ke Makkah”, dipisahkan dinding bebatuan, terdapat sebuah bilik yang diyakini menjadi tempat Syekh Abdul Muhyi mengajarkan murid-muridnya.

Di bilik itu ada bagian langit-langit gua yang lebih rendah dibandingkan langit-langit sekitarnya. Untuk melewatinya, orang-orang harus menunduk.

Di langit-langit yang rendah tersebut ada sembilan cekungan yang disebut sebagai peci haji.

Beredar keyakinan bahwa orang-orang yang kepalanya pas di cekungan itu bisa pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji.

Endang bilang itu merupakan “pemahaman-pemahaman pengunjung saja”. Kisah-kisah yang diceritakan secara turun-temurun harus ditanggapi dengan bijaksana, katanya.

“Kami tidak pernah menyuruh dan tidak melarang [berkunjung ke gua]. Silakan saja kalau sempat dan masih kuat untuk bertadabur alam melihat dan mengagumkan sebagai dari ciptaan Allah SWT,” ujar Endang.

Hiburan di tengah kesulitan

Fenomena yang terjadi di Gua Safarwadi bukanlah sesuatu yang aneh, kata ahli antropologi agama dan budaya Universitas Indonesia, Amanah Nurish. Sebab, menurutnya, sejak dulu nenek moyang orang Indonesia juga dekat dengan hal-hal berbau mistik.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mistik ada dalam hampir semua agama dan sistem religi untuk memenuhi hasrat manusia mengalami dan merasakan emoji bersatu dengan Tuhan. Mistik, juga berarti hal-hal yang tidak terjangkau dengan akal manusia.

Sebelum agama-agama masuk ke Indonesia, Nurish mengatakan, “Nusantara sangat kaya dengan mitologi”. Orang-orang mempercayai mitos, legenda, dan cerita rakyat, kemudian menganggapnya sebagai kebenaran.

Seorang pengunjung mengumandangkan azan di sebuah bilik paling besar dalam gua, yang disebut masjid agung.

Sumber gambar, BBC Indonesia/Tri Wahyuni

Keterangan gambar, Seorang pengunjung mengumandangkan azan di sebuah bilik paling besar dalam gua, yang disebut masjid agung.

Hingga saat ini, sebagian masyarakat Indonesia masih mengekspresikan kepercayaan atau keimanan melalui pintu-pintu kebudayaan hasil peninggalan zaman dulu.

Menurut Nurish, bagi kebanyakan masyarakat “kelas menengah ke bawah” tempat-tempat seperti Pamijahan ini menjadi situs wisata religi yang menarik di tengah kesulitan mereka menjangkau ibadah haji yang biayanya sangat mahal.

Tahun ini saja, biaya haji sudah mencapai Rp55 juta dengan waktu tunggu belasan hingga puluhan tahun.

“Coba pergi ke gua di Pamijahan ini. Mungkin [ongkosnya] cuma berapa puluh ribu atau berapa ratus ribu paling mahal, misalnya. Dan itu membawa euforia tersendiri bagi mereka yang percaya bahwa mereka sudah mengalami proses-proses ritual yang sangat berharga,” ujarnya.

Ini tidak bisa dipandang benar atau salah, hitam atau putih, kata Nurish. Apa yang dilakukan orang-orang di Gua Safarwadi merupakan bentuk ekspresi dan hak untuk berekspresi “sudah dijamin dalam Undang-undang Dasar 1945”.

Selagi tidak merugikan pihak lain, dia menilai, tidak sepatutnya kelompok mereka “dihakimi sedemikian ketatnya” dan dianggap tidak rasional.

Nurish menjelaskan orang-orang yang berpendidikan pun memiliki sisi irasionalnya sendiri.

Misalnya, ketika seseorang membuat karya tulis dan merujuk pada pemikir sebelumnya, itu juga “mirip” dengan fenomena di Gua Safarwadi, lanjut Nurish.

“Sama-sama memuja-muja sosok tertentu. Hanya saja caranya berbeda.”

Pengunjung berkumpul di bilik yang disebut masjid agung.

Sumber gambar, BBC Indonesia/Tri Wahyuni

Keterangan gambar, Pengunjung berkumpul di bilik yang disebut masjid agung.

Dia khawatir pelabelan terhadap kelompok masyarakat yang memiliki kepercayaan dan keyakinan tertentu justru membuat situasi menjadi “tidak asyik lagi”.

Apalagi saat ini “formalitas dalam beragama” lebih dikedepankan. Kini, praktik keagamaan lebih menekankan pada aspek luar atau ritual, daripada makna dan substansi yang mendalam.

Nurish menyebutnya “hanya berhubungan dengan politik kekuasaan” dan “urusannya hanya dengan hal-hal yang berbasis dominasi”.

Dia menduga hal itulah yang menyebabkan masyarakat cenderung percaya kepada hal-hal mistik–mempercayai hal-hal gaib seperti gua bisa tembus ke Makkah dan meminta keberkahan dari tokoh-tokoh yang ‘dimuliakan’. Sebab “tempat ibadah sudah tidak bisa dipercaya lagi”.

“Di mana masyarakat yang miskin, yang tidak mampu untuk menjangkau ibadah haji yang begitu mahal, mengadu, kalau tidak kepada hal-hal yang dianggap mistik tadi,” ujarnya.

“Ini bisa menjadi refleksi besar bahwa agama-agama dalam konteks formalitas dan lembaga itu jangan-jangan keliru melakukan pendekatan sosial-kebudayaan kepada masyarakat.”

Selalu kebanjiran pengunjung

Meski memicu perdebatan, Gua Safarwadi tetap dibanjiri pengunjung.

Aep, penjaga pos pintu masuk gua, menunjukkan catatan jumlah pengunjung per harinya.

Setiap hari, gua ini kedatangan lebih dari 500 pengunjung. Di hari-hari tertentu, Aep mengaku pengunjung yang datang bahkan lebih dari 1.000 orang.

“Itu yang ke gua saja ya, kalau yang ke makam berbeda lagi catatannya,” kata Aep.

Pada Minggu (23/03) gelombang pengunjung tak kunjung henti, katanya karena sudah memasuki pekan terakhir sebelum bulan Ramadan.

Para pengunjung memasuki Gua Safarwadi secara berkelompok dan bergantian.

Sumber gambar, BBC Indonesia/Tri Wahyuni

Keterangan gambar, Para pengunjung memasuki Gua Safarwadi secara berkelompok dan bergantian.

Berdasarkan catatan Aep dan teman-temannya, jumlah pengunjung sejak Sabtu (22/02) malam hingga Minggu siang sudah mencapai 4.000 orang lebih.

Kompleks ziarah Pamijahan memang dibuka 24 jam. Jadi, gelombang pengunjung terus mengalir dari waktu ke waktu.

Kebanyakan datang berkelompok, menggunakan bus wisata. Seperti yang dilakukan Mirah dan Sukron.

Tetapi, tidak sedikit juga keluarga-keluarga yang datang menggunakan kendaraan pribadi, baik mobil maupun motor.

Saking banyaknya pengunjung, situasi lalu lintas menuju kompleks ziarah macet. Kendaraan menunggu giliran lewat, sebab jalan yang tersedia cukup sempit.

Walaupun jumlah kunjungan mencapai angka ribuan pada beberapa momen, Aep bilang sejak pandemi jumlah pengunjung justru menurun.

Sayangnya, dia tidak bisa membuktikannya dengan data karena buku catatannya entah di mana.

Tinggalkan Balasan