KUBET – Kampus diusulkan kelola konsesi tambang – Universitas Negeri Padang klaim siap mendukung, pernah dipimpin eks Menteri ESDM

Kampus diusulkan kelola konsesi tambang – Universitas Negeri Padang klaim siap mendukung, pernah dipimpin eks Menteri ESDM

Kendaraan pertambangan memuat material batubara ke dalam truk di tambang batubara terbuka di Kalimantan Selatan, pada 8 Desember 2024.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Kendaraan pertambangan memuat material batubara ke dalam truk di tambang batubara terbuka di Kalimantan Selatan, pada 8 Desember 2024.

Universitas Negeri Padang (UNP) menyatakan kesiapannya untuk mengelola pertambangan jika aturan yang dikeluarkan pemerintah mengizinkan kegiatan tersebut. Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, pernah mendapat jabatan penting di kampus ini.

Sekretaris UNP, Erianjoni, mengatakan kampus terbesar di Sumatra Barat ini memiliki Program Studi (Prodi) Pertambangan dan para ahli yang tahu seluk beluk pengelolaan pertambangan.

Tapi sejumlah pengamat menilai keterlibatan kampus dalam tambang hanya akan menambah konflik terbuka dengan masyarakat yang dirugikan oleh aktivitas ekstraktif tersebut.

Direktur Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bakhtiar, bahkan menduga pemberian konsesi tambang kepada kampus cuma dalih pemerintah untuk bagi-bagi bisnis tambang.

Rencananya DPR bakal mengesahkan RUU Minerba tingkat satu pada Selasa (21/01) malam, sebelum dibawa ke Rapat Paripurna untuk disetujui menjadi undang-undang.

Pembahasan revisi aturan ini “dikebut dalam satu malam”.

Apa alasan UNP terima kelola tambang?

Sekretaris Universitas Negeri Padang (UNP), Erianjoni, mengatakan pembahasan soal perguruan tinggi mengelola tambang batu bara sudah berlangsung sejak masa kepemimpinan mantan menteri ESDM, Arifin Tasrif –yang pada saat itu juga menjabat sebagai Majelis Wali Amanat (MWA) UNP.

Pada waktu itu, kampus terbesar di Sumatra Barat ini menyatakan setuju dan siap untuk mengelola izin pertambangan batu bara.

Sebab UNP, ucapnya, memiliki Prodi Pertambangan. Dia membuat klaim, dosen-dosen UNP juga sudah dan pernah bekerja menjadi konsultan di perusahaan-perusahaan tambang yang ada di Sumatra.

“Ya kami mendukung karena bagian dari program dan sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) kami harus mencari kerja sama dengan sektor luar, termasuk dengan pertambangan,” ujar Erianjoni kepada BBC News Indonesia.

“Di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, dan sebagainya kami sudah jalan [kerjasama dengan perusahaan]. Kemudian dengan dunia perhotelan juga sudah bekerja sama.”

Kendaraan pertambangan memuat material batubara.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Kendaraan pertambangan memuat material batubara.

Meskipun merasa sudah memiliki sumber daya manusia yang mumpuni, tapi dia menyebut universitasnya masih perlu mendalami sumber potensial yang menyediakan modal usaha.

UNP, sebutnya, belum membahas secara serius di tingkat pimpinan, terutama terkait tata kelola dan aturan konsesi pertambangan.

“Kalau memang tata kelolanya sudah diatur dalam undang-undang maka akan kami pelajari terlebih dahulu.”

Dia juga bilang jika muncul keberatan dari publik maupun mahasiswa atas wacana tersebut maka UNP berjanji akan melakukan kajian lebih mendalam.

Pasalnya isu pertambangan juga terkait dengan lingkungan.

“Dalam setiap adanya program baru atau kegiatan baru, kami selalu komunikasikan dengan mahasiswa. Jika tidak mendapatkan respons yang baik, maka kami akan kaji lagi.”

DPR kebut pembahasan revisi UU Minerba

Keterlibatan perguruan tinggi mengelola tambang masuk dalam revisi keempat UU Mineral dan Batu bara (Minerba).

Pembahasan revisi aturan ini “dikebut dalam satu malam” atau sejak Senin kemarin, pukul 11:00 WIB hingga 23:14 WIB.

DPR disebut bakal mengesahkan RUU Minerba tingkat satu pada Selasa (21/01) malam, sebelum dibawa ke Rapat Paripurna untuk disetujui menjadi undang-undang.

Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan.

Sumber gambar, KOMPAS.COM

Keterangan gambar, Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan.
Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca

Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Beberapa usulan baru yang masuk dalam draf perubahan tersebut di antaranya:

Pertama, percepatan hilirisasi mineral dan batu bara.

Kedua, aturan pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.

Ketiga, memprioritaskan pemberian IUP kepada perguruan tinggi.

Keempat, pemberian IUP untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan luas kurang dari 2.500 hektare.

Dua poin terakhir merupakan gagasan baru yang sebelumnya tidak masuk dalam UU Minerba.

Baca juga:

Pemberian IUP untuk perguruan tinggi termuat dalam Pasal 51A yang menyebutkan: “Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.

Pemberian dengan cara prioritas itu dilaksanakan dengan mempertimbangkan luas WIUP mineral logam, akreditas perguruan tinggi dengan status paling rendah B; dan/atau peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat.

“Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP mineral logam dengan cara prioritas kepada perguruan tinggi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah,” demikian bunyi pasal RUU Minerba.

Sedangkan IUP bagi UMKM diatur dalam Pasal 51B dengan mempertimbangkan peningkatan kerja dalam negeri, jumlah investasi, hingga pemenuhan nilai tambah dan rantai pasok.

Apa alasan DPR merevisi UU Minerba?

Ketua Badan Legislasi DPR, Bob Hasan, mengeklaim alasan merevisi UU Minerba ini untuk menyediakan payung hukum buat pemberian tambang kepada organisasi masyarakat keagamaan dan ormas keagamaan.

Alasan lain, sebagai penyesuaian aturan dalam undang-undang sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-XVIII/2020 serta Nomor 37/PUU-XIX/2021.

Selain itu, Baleg DPR menilai perlu ada aturan baru untuk mempercepat hilirisasi.

“Kedua, perlunya diundangkan prioritas bagi ormas keagamaan untuk mengolah pertambangan, demikian juga dengan perguruan tinggi, dan usaha kecil dan menengah,” ujar Bob saat membuka rapat penyusunan RUU Minerba, Senin (20/01).

Tim gabungan penyelamat melakukan operasi pencarian dan penyelamatan orang hilang di tambang emas tradisional di desa Tulabo, Samawa, Gorontalo, Indonesia, pada 10 Juli 2024.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Tim gabungan penyelamat melakukan operasi pencarian dan penyelamatan orang hilang di tambang emas tradisional di desa Tulabo, Samawa, Gorontalo, Indonesia, pada 10 Juli 2024.

Mayoritas fraksi di DPR menyetujui revisi UU Minerba.

Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi PAN, Saleh Daulay, mendukung perguruan tinggi mendapatkan izin pengelolaan tambang dengan alasan agar bisa menciptakan lapangan pekerjaan.

Saleh juga beranggapan pemberian tambang ini sekaligus menjadi ilmu langsung yang diterapkan.

“Namun dengan adanya pemberian izin pengelolaan tambang ini, paling tidak dalam bidang pertambangan perguruan tinggi diberikan semacam tantangan untuk membuktikan bahwa mereka memang benar-benar adalah lembaga yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan yang bersifat teoritis, tetapi bersifat praktis yang menciptakan lapangan pekerjaan secara konkret,” katanya seperti dilansir detik.com.

Sementara itu, Anggota Baleg DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Bambang Haryadi, mendukung usulan perguruan tinggi mengelola tambang karena dianggap punya dampak positif.

Baca juga:

Salah satunya, klaim Bambang, untuk mengurangi beban universitas terkait uang kuliah tunggal.

Hanya saja, Anggota Bales DPR dari Fraksi PDIP, Andreas Hugo Pareira, mempertanyakan apakah pemberian izin tambang kepada perguruan tinggi akan melanggar undang-undang tentang perguruan tinggi.

Dia juga menyoroti rencana pemberian izin tambang terhadap organisasi masyarakat.

“Kalau diberikan izin usaha pertambangan, apakah itu tidak bertentangan dengan UU PT? Juga usulan untuk Ormas, UMKM. Ke depan nanti orang akan berlomba lomba bentuk Ormas, UMKM supaya kebagian IUP,” jelas Andreas.

Karenanya dia meminta agar Baleg mendengarkan masukan dari berbagai pihak mengenai aturan pemberian izin pertambangan ini. Terutama, kata dia, pendapat ahli dan akademisi.

Kampus bakal jadi ‘stempel’ penambangan yang merusak

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai revisi UU Minerba yang keempat kalinya ini tidak bisa semata dibaca sebagai langkah untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-XVIII/2020 serta Nomor 37/PUU-XIX/2021.

Sebab dua putusan itu sama sekali tidak terkait dengan perluasan pemberian izin pengelolaan tambang kepada kampus maupun usaha kecil, mikro, dan menengah.

Aktivis Greenpeace memasang spanduk saat demonstrasi menentang perusahaan pertambangan batubara di Jakarta, 15 Mei 2024.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Aktivis Greenpeace memasang spanduk saat demonstrasi menentang perusahaan pertambangan batubara di Jakarta, 15 Mei 2024.

Kepala Divisi Hukum dari Jatam, Muhammad Jamil, menilai pemberian konsesi tambang kepada perguruan tinggi dan UMKM justru untuk dijadikan “stempel” dalam rangka melancarkan proses pertambangan batubara yang memiliki daya rusak sangat besar, merusak lingkungan, bahkan mematikan.

“Terkonfirmasi bahwa ada 59 anak di Kalimantan Timur yang sampai hari ini tidak mendapatkan keadilan,” ujar Muhammad Jamil kepada BBC News Indonesia.

“Dan di tengah dunia meninggalkan batubara, justru ormas keagamaan yang dipercaya publik, termasuk perguruan tinggi ditarik menjadi bagian stempel pembenaran bahwa [pertambangan] telah mendapatkan legitimasi.”

Ia juga bilang untuk mengelola tambang dibutuhkan sumber daya dan dana yang besar. Sebab industri ekstraktif ini termasuk padat modal.

Dalam konteks itu, Jamil ragu kampus bisa memenuhi hal tersebut jika tidak berkongsi dengan perusahaan lain.

Baca juga:

Pada situasi tersebut maka perguruan tinggi akan kehilangan independensi serta daya kritisnya.

Tapi lebih dari itu, klaimnya, terbuka kemungkinan akan terjadi konflik terbuka antara masyarakat dengan perguruan tinggi.

“Karena tambang ini tidak berada di ruang hampa, sudah diketahui tambang menciptakan konflik dan kesakitan kepada masyarakat.”

“Sebab konsesi yang diberikan berada di wilayah bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) alias kontrak-kontrak zaman dulu.”

“Dan itu semua punya catatan penderitaan lintas generasi. Bahkan wilayah itu belum terpulihkan. Kalau diberikan kepada perguruan tinggi akan melipatgandakan derita.”

“Artinya tujuan perguruan tinggi melakukan pengabdian ke masyarakat, justru berkonflik secara terbuka dengan rakyat.”

Itu mengapa Jamil meminta seluruh perguruan tinggi negeri maupun swasta di Indonesia untuk berani menolak usulan tersebut.

Sebab bagaimanapun, katanya, kampus memiliki tugas berat sebagai pendidik.

“Perguruan tinggi harus berani menyatakan bahwa tugas kami adalah menjalankan mandat sesuai konstitusi mencerdaskan kehidupan bangsa.”

Baca juga:

Direktur Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bakhtiar, juga sependapat.

Dia berkata proses pembahasan RUU Minerba ini melanggar tahapan proses pembentukan perundang-undangan. Sebab lazimnya pembuatan undang-undang harus melalui tahapan program legislasi nasional.

Sementara RUU Minerba digeber tanpa masuk prolegnas terlebih dahulu dan jika terjadi kekosongan hukum. Adapun beleid ini, klaimnya, tidak melihat hal tersebut.

“UU Minerba tidak mengalami masalah konstitusional, terutama sejak 2024 lalu, Mahkamah Konstitusi menolak gugatan soal pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada organisasi masyarakat,” ujar Bisman.

“Sebenarnya secara formil ini tidak cepat, secara material ini terlalu dipaksakan,” sambungnya.

Bisman menilai pemberian konsesi tambang batubara kepada perguruan tinggi dan UMKM hanya dalih pemerintah untuk bagi-bagi bisnis tambang.

“Jadi ini betul-betul membuka keran siapapun akan bisa diberi lokasi tambang oleh pemerintah sepanjang pemerintah berkehendak.”

Karpet merah ormas kelola tambang

Sebelumnya pemerintah di masa kepemimpinan Joko Widodo menandatangani aturan yang membolehkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk memiliki izin pengelolaan tambang.

Aturan itu keluar setelah Jokowi sempat menjanjikan konsesi pertambangan mineral dan batubara kepada generasi muda Nahdlatul Ulama (NU) dengan alasan “dapat menggerakkan gerbong-gerbong ekonomi kecil” pada 2021.

Pada Mei 2024, pemerintah pun menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Berdasarkan aturan tersebut, pemerintah memungkinkan badan usaha milik ormas keagamaan mendapat “penawaran prioritas” untuk mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang selama ini diprioritaskan untuk badan usaha negara.

Ormas keagamaan juga hanya bisa mendapatkan izin konsesi untuk komoditas batubara di wilayah bekas perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B).

Tapi aturan itu dikritisi oleh berbagai pihak lantaran dituding bermotif politik, dapat memicu konflik horizontal, hingga memperburuk kerusakan lingkungan akibat tambang.

Laporan tambahan oleh wartawan Halbert di Padang.

Tinggalkan Balasan