Polemik lagu ‘Bayar, Bayar, Bayar’ band Sukatani – Apakah ini akhir ‘pembungkaman’ kritik terhadap polisi?

Sumber gambar, ANTARA FOTO
Band Sukatani kembali naik panggung setelah lagu mereka berjudul “Bayar, Bayar, Bayar” menjadi polemik. Dua personelnya, Electroguy (gitaris) dan Twister Angel (vokalis), tampil pada konser Crowd Noise di Tegal, Jawa Tengah, Minggu malam (23/02).
Penonton tampak girang dengan aksi panggung Sukatani dan meminta agar lagu “Bayar, Bayar, Bayar” dimainkan. Tapi, sampai acara berakhir, lagu itu tidak diputar.
“Terima kasih buat kalian semua. Berkat kalian kami bisa tampil di sini. Terima kasih,” ujar Electroguy dari atas panggung seperti dikutip Kompas.com.
Dua personel Sukatani, band punk asal Purbalingga, Jawa Tengah, enggan meladeni permintaan wawancara dari awak media.
Sehari sebelumnya, pada Sabtu (22/02), kelompok musik ini menyampaikan melalui akun Instagram @sukatani.band bahwa “kondisi kami sudah membaik”.
Akhir dari Artikel-artikel yang direkomendasikan
Beberapa hari terakhir, dukungan untuk band Sukatani terus mengalir setelah mereka mencabut lagu “Bayar, Bayar, Bayar” yang mengkritisi “oknum” polisi dari platform musik berbayar.
Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo membuat klaim ada miskomunikasi dan menawarkan band ini sebagai duta Polri.
Bupati Purbalingga pun menawarkan salah satu personel Sukatani kembali menjadi guru setelah dipecat dari sekolah.
Namun, tawaran tersebut tidak bisa mengubah sentimen warganet di media sosial.

Sumber gambar, ANTARAFOTO
Sebagian dari mereka menuduh terjadi pembungkaman terhadap Sukatani mengingat kasus kritik terhadap kepolisian yang berujung “pembungkaman” bukan terjadi sekali.
Pegiat HAM khawatir kasus-kasus serupa akan terus berulang jika kepolisian alergi kritik.
Apalagi tingkat kepercayaan publik terhadap polisi mengalami fluktuasi dalam sejumlah survei. Titik nadirnya saat kasus Ferdy Sambo merebak pada 2022 silam.
Bagaimana polemik band Sukatani menyebar di media sosial? Sejauh mana memengaruhi citra kepolisian. Apakah polemik ini akan menjadi kasus terakhir?
Apa perkembangan terbaru kasus band Sukatani?
Sukatani menyampaikan kondisi mereka, “Sudah membaik dan berada pada ruang yang lebih aman”.
Dua personel kelompok musik bergenre punk, Muhammad Syifa Al Ufti atau Electroguy (gitaris) dan Novi Chitra Indriyaki atau Twister Angel (vokalis) sebelumnya menarik lagu “Bayar, Bayar, Bayar” dari semua platform musik.
Mereka juga meminta para pendengar menghapus lagu tersebut dari media sosial.

Sumber gambar, IG/Sukatani band
Electroguy dan Twister Angel meminta maaf pada Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan Korps Bhayangkara atas lagu berlirik satire yang ditujukan pada “oknum” polisi yang memungut uang dalam layanan publik, Kamis (20/02).
Penarikan lagu dan permintaan maaf ini memicu kemarahan warganet yang menduga langkah Sukatani Band karena adanya intimidasi.

BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

“Kami dari Sukatani mengucapkan banyak-banyak terima kasih atas dukungan dan doa yang diberikan oleh semua pihak selama beberapa hari ini. Kami sangat menghargai solidaritas dari kawan-kawan sehingga membuat kami tetap kuat,” tulis pernyataan terbaru @sukatani.band.
Akun ini juga menginformasikan, mereka telah mencabut kuasa hukum dari Singgih Tomi Gumilang (Sitogum Law Firm).

Sumber gambar, ANTARAFOTO
Saat dihubungi, Singgih Tomi Gumilang membenarkan hal tersebut. Ia membagikan unggahan dari IG.
Dalam deskripsinya Singgih Tomi Gumilang mengatakan, “Keputusan ini adalah bentuk kemandirian untuk mengambil kendali penuh atas karya dan perjalanan Sukatani Band”.
“Kami percaya, bahwa Sukatani akan terus berkarya dengan semangat yang lebih besar, menghadapi tantangan dengan kepala tegak, dan tetap menjadi inspirasi bagi banyak orang. Tetap kuat, tetap berkarya, dan teruslah beruara!”
Di sisi lain, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo mengatakan ada miskomunikasi terkait adanya permintaan maaf dari Sukatani kepada institusinya.
“Tidak ada masalah [terhadap kritik]. Mungkin ada mis, tapi kita sudah luruskan,” katanya seperti dikutip dari kantor berita Antara, Jumat (21/02).

Sumber gambar, ANTARAFOTO
Ia menegaskan kepolisian tidak antikritik dan menerima kritik sebagai masukan untuk evaluasi.
“Dalam menerima kritik, tentunya kami harus legawa dan yang penting ada perbaikan, dan kalau mungkin ada yang tidak sesuai dengan hal-hal yang disampaikan, bisa diberikan penjelasan,” tambahnya.
Dalam kesempatan lain, Listyo Sigit menawarkan Sukatani menjadi “juri atau duta untuk Polri” agar institusi ini bisa berbenah dan mengevaluasi perilaku anggotanya “yang masih menyimpang”.
Bupati Purbalingga, Fahmi Muhammad Hanif yang baru dilantik pun menawarkan vokalis Band Sukatani, Twister Angel untuk kembali mengajar.
Vokalis ini diberhentikan sebagai pengajar di salah satu SD Islam di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah pada 6 Februari lalu. Pihak sekolah menuduh Chitra melanggar kode etik.
BBC News Indonesia telah menghubungi @sukatani.band di IG, namun belum mendapat respons.

Sumber gambar, BBC News Indonesia
Sementara itu, Divisi Propam Kepolisian telah memeriksa enam anggota Polda Jawa Tengah.
Pemeriksaan terkait dengan tuduhan intimidasi terhadap personel band Sukatani sehingga mereka mencabut lagu Bayar, Bayar, Bayar.
Dikutip dari Detik.com, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto mengakui anggotanya melakukan “klarifikasi”.
Hasil pemeriksaan Divisi Propam terhadap empat dari enam anggota yang terlibat ia sebut “profesional dalam tugasnya dan sesuai tupoksinya”.
Adapun Polda Jawa Tengah sebelumnya mendapat sorotan publik atas penanganan kasus penembakan anggota polisi terhadap pelajar SMKN 4 Semarang berinisial GRO atau Gamma.
Seperti apa polemik band Sukatani di media sosial?
“Bayar, Bayar, Bayar” adalah salah satu lagu dari album Gelap Gempita garapan Sukatani. Album ini dirilis Juli 2023 silam.
Tapi lagu yang berisi kritik terhadap “oknum” polisi ini baru mulai ramai disematkan di media sosial pada platform X, awal Februari 2025.
Warganet menggunakan lagunya pada kasus-kasus anggota polisi yang terlibat pelanggaran hukum seperti pemerasan sampai dugaan penyuapan untuk menjadi anggota polisi. Lagu ini disematkan sebagai seruan reformasi kepolisian.
Tapi pada 14 Februari, warganet menyadari lagu ini hilang dari peredaran di platform Spotify maupun IG. Empat hari berselang, dua personel Band Sukatani mengkonfirmasi telah menarik lagu tersebut.
Menurut analisis Data & Democracy Research Hub di Monash University Indonesia, percakapan soal polemik lagu “Bayar, Bayar Bayar” diawali unggahan di TikTok.
Dua hari sebelum viral, sejumlah akun mendorong agar band Sukatani meminta maaf pada kepolisian.

Sumber gambar, Getty Images
“(Videonya) sudah diturunin. Seandainya enggak disuruh minta maaf, barangkali enggak sebesar sekarang ya,” kata Ika Idris, dosen senior di Monash University Indonesia, yang membagikan data analisisnya.
Menurutnya, percakapan menggunakan kata “Sukatani”, “Polisi” dan “Polisi Indonesia” mengalami peningkatan pada periode 20-22 Februari.
Ini analisis percakapan di X, Facebook dan Instagram publik, tidak termasuk akun-akun privasi atau unggahan story.
Setidaknya terdapat 17 ribu cuitan yang menyinggung kata-kata tersebut.
“Di-mention 17 ribu kali. Dan mencapai puncaknya tanggal 21 Februari bertepatan dengan aksi Indonesia Gelap,” tambah Ika.
Ika mengakui angka keriuhan ini nampak kecil. Tapi sejumlah akun pesohor yang mengampanyekan bersama Sukatani mampu menjangkau warganet secara luas.

Sumber gambar, Data & Democracy Research Hub di Monash University Indonesia
Artinya, banyak warganet yang hanya menjadi penonton dan menerima pesan kampanye tersebut tanpa bertindak kembali mengunggah.
“Kalau menurut saya kenapa ini enggak terlalu besar, jangan-jangan orang takut, tapi sebenarnya nggak semua orang juga berani untuk memviralkan atau me-repost,” kata Ika.
Pada periode 20-23 Februari, analisis datanya menunjukkan sentimen negatif warganet sebesar 42% terhadap polisi, dan 57% memilih netral. Hanya 1% sentimen positif terhadap polisi.
“Nah yang menarik di sini, kok banyak tweet-an berbahasa Inggris ya? Jadi kayaknya netizen Indonesia ini mulai reach out ke luar… kayaknya mungkin apakah ingin mendapatkan perhatian dari global audience,” tambah Ika.
Sejauh mana memengaruhi citra polisi?
Bagaimanapun, sejumlah survei menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap polisi di atas 50%.
Pada Juni 2024, survei Litbang Kompas menunjukkan tingkat kepercayaan publik kepada polisi mencapai 73,1%. Angka ini lebih tinggi dari Agustus 2023 yang sebesar 66%, dikutip dari situs kepolisian.
Pada Februari 2025, Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis kepercayaan publik terhadap polisi dalam penegakan hukum dengan hasil 71%.
Namun angka ini paling rendah dibandingkan Kejaksaan Agung (77%), Pengadilan (73%) dan KPK (72%).
Dalam survei Januari 2025, Indikator Politik Indonesia merilis polisi masih dipercaya dan cukup dipercaya publik dengan angka 69%. Institusi ini berada di urutan nomor tiga dari bawah dari 11 lembaga lainnya.

Sumber gambar, Indikator Politik Indonesia
Direktur Riset Indikator Politik Indonesia, Adam Kamil, mengatakan tingkat kepercayaan publik terhadap Polri ini mengalami penurunan dibandingkan pertengahan 2024.
Pada pertengahan 2024 tingkat kepercayaan publik terhadap Korps Bhayangkara mencapai 72%.
“Ada kecenderungan turun meski sangat tipis,” katanya.
Menurut Adam, polemik band Sukatani berdampak pada kelompok kritis dan intens dalam mengikuti dinamika sosial.
Tapi, secara umum kemungkinan tidak banyak berdampak terhadap kepercayaan publik secara luas. Kata dia, publik biasanya lebih berhati-hati dalam menilai.

Sumber gambar, AFP/Getty Images
“Publik biasanya tidak sependapat dengan kritik yang terlalu tajam. Mungkin karena kultur di masyarakat yang lebih mengedepankan apresiasi terhadap penyelenggara kebijakan/layanan publik,” katanya.
Menurut catatan lembaga ini, kepercayaan publik terhadap Polri mencapai titik nadir pada akhir 2022 dan awal 2023.
Angkanya mencapai 53% dan 52%. Dalam kurun waktu ini, kasus Sambo sedang menjadi perhatian masyarakat luas.
Sempat meningkat mencapai 64% pada Juli 2023, tapi kemudian turun menjadi 53% pada survei yang dirilis September 2023.
Pada periode ini terjadi kasus kekerasan polisi dalam konflik agraria di Pulau Rempang.
Apakah Sukatani menjadi kasus terakhir kritik polisi yang berujung ‘pembungkaman’?
Polemik lagu “Bayar, Bayar, Bayar” hanya satu dari rangkaian kasus kritik terhadap kepolisian berbuntut “pembungkaman”, menurut Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani.
Sebelumnya diberikan media adanya kasus-kasus kirtik terhadap polisi, tapi tidak seviral polemik band Sukatani.
Pada 2021, dua Youtuber asal Medan dijebloskan penjara karena tuduhan menyebar berita bohong. Mereka kerap mengunggah video pungutan liar oleh anggota polisi.
Pada tahun yang sama, seorang pria di sosial media mengaku diancam setelah menulis “bisakah polisi se-Indonesia diganti satpam bank”.
Ada pula kasus istri seorang polisi yang ditangkap karena membuat tagar #percumalaporpolisi soal kematian kakaknya di Sulawesi Selatan.

Sumber gambar, ANTARAFOTO
Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
Kejadian terbaru terjadi di Papua. Seorang pendemo mengkritik polisi di depan Mapolres Biak, agar tidak melindungi praktik judi dan peredaran minuman keras. Namun, ia mendapat lemparan batu dan dipukuli oleh sejumlah polisi.
Dari kasus-kasus yang beredar di media ini, kepolisian teguh menyatakan tidak antikritik. Anggota polisi yang melanggar aturan tetap diproses melalui Divisi Propam.
“Pola yang sama juga terjadi apabila mengkritik pemerintah, negara, presiden, dan segala macamnya,” kata Julius.
“Itu sama, langsung dibungkam, dilarang ditayangkan, dilarang dipublikasi, dan segala macamnya. Jadi, ini pola-pola yang sama yang artinya tidak akan pernah berhenti.”
Kasus kritik terbaru terhadap pejabat dan kebijakan pemerintah yang berujung “pembungkaman” misalnya pembatalan pameran tunggal Yos Suprapto di Galeri Nasional.
Pada 2021, ada pula peristiwa penangkapan seorang pemuda, akibat menuliskan komentar terkait walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka di media sosial.
Dan, sekelompok aktivis dilarang menampilkan poster kritik pemerintah saat pelantikan Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden.
Selain itu, sejumlah aktivis, akademisi dan jurnalis pernah berhadapan dengan polisi karena kasus kritik terhadap pemerintah.
Baca Juga:
- Kepolisian dituduh menangkan calon kepala daerah tertentu, perubahan seperti apa yang dianggap terbaik untuk Polri?
- Kenaikan pangkat dan jabatan enam perwira polisi yang terlibat kasus Ferdy Sambo menuai kritik – ‘Mencederai rasa keadilan’
- Fakta-fakta polisi tembak polisi di Solok Selatan diduga terkait tambang ilegal
Di sisi lain, Kapolri Listyo Sigit Prabowo berulang kali menyerukan institusinya tidak antikritik. Para kritikus yang paling tajam justru ia anggap sebagai sahabatnya.
Sementara Presiden Prabowo Subianto dalam kampanyenya juga berulang kali mengungkapkan siap menerima kritik “tapi yang objektif”.
Julius Ibrani menilai saat ini seruan tidak antikritik dari kapolri tidak benar-benar diterapkan anak buahnya di lapangan.
“Dan ini juga semakin menguatkan bahwa Pak Kapolri ini sedang diguncang, sedang dijatuhkan oleh raja-raja kecil di bawahnya sendiri,” katanya.
Selain itu, kata Julius, masalahnya polisi tidak belajar dari kasus-kasus sebelumnya.
Hal ini membuatnya bertanya-tanya apakah respons “pembungkaman” polisi terhadap kritik dilakukan secara perorangan atau institusi.
“Makanya orang kemudian berkesimpulan, publik berkesimpulan, masyarakat, praktisi, akademisi berkesimpulan bahwa tindakan represi seperti ini, ini sifatnya institusional, bukan lagi personal,” katanya.

Sumber gambar, ANTARAFOTO
Ia juga mendorong agar pemeriksaan enam anggota Polda Jateng yang terlibat dugaan intimidasi terhadap Sukatani agar diperiksa Divisi Propam Mabes Polri.
“Nah ini yang kami tunggu. Sepanjang tidak diperiksa oleh Mabes Polri, maka akan terjadi konflik kepentingan… Itu harus di-takeover (diambil alih) oleh Kapolri dan dibawa ke pemeriksaan pusat,” jelas Julius.
BBC News Indonesia mengonfirmasi hal ini ke Kadiv Humas Polri Irjen. Pol Sandi Nugroho, tapi belum mendapat respons.
Kepada media, Kapolri Listyo Sigit Prabowo menegaskan pihaknya berkomitmen terus melakukan evaluasi bagi perbaikan Korps Bhayangkara.
“Ini bagian dari komitmen kami untuk terus berbenah menjadi organisasi yang bisa betul-betul adaptif menerima koreksi, untuk bisa menjadi organisasi modern yang terus melakukan perubahan dan perbaikan menjadi lebih baik,” tegas Listyo.
“Bagi kami kritik terhadap Polri menjadi bentuk kecintaan masyarakat terhadap institusi Polri,” katanya.