KUBET – Penemuan harta karun di Jalur Sutra

Penemuan harta karun di Jalur Sutra

Matt Stirn mengikuti jejak para pedagang Jalur Sutra zaman dahulu di Kargil, sebuah kota pegunungan di provinsi Ladakh, India.

Sumber gambar, Matt Stirn

Keterangan gambar, Matt Stirn mengikuti jejak para pedagang Jalur Sutra zaman dahulu di Kargil, sebuah kota pegunungan di provinsi Ladakh, India.

  • Penulis, Matt Stirn
  • Peranan, BBC Travel

Setelah menemukan koleksi artefak Jalur Sutra langka yang sangat berharga, sebuah keluarga di Himalaya membuka museum yang didedikasikan untuk salah satu pedagang terakhir di rute legendaris tersebut.

Muzzamil Hussain masih di bangku SD ketika bom jatuh di taman bermain di luar kelasnya di Kargil, sebuah kota pegunungan di provinsi Ladakh, India.

Saat perang Kargil antara Pakistan dan India pecah pada 1999 di sekitarnya, Hussain dan keluarga melarikan diri ke selatan, tepatnya ke Lembah Suru yang terpencil.

Setelah India mengeklaim kemenangan perang di akhir tahun itu, keluarga-keluarga yang sebelumnya melarikan diri kembali ke rumah masing-masing.

Satu hari, sembari terbaring di tempat tidur, kakek Hussain meminta keluarganya mengunjungi sebuah bangunan tua yang dahulu dibangun kakek buyut Hussain di dekat pasar Kargil. Ia ingin memastikan properti itu selamat dari perang.

Paman-paman Hussain datang ke sana. Mereka membongkar gerendel tua berkarat di depan, masuk melalui pintu kayu yang penuh dengan ukiran tangan, dan mendapati peti-peti kayu yang dicap dengan nama-nama kota di seluruh dunia.

Mereka mengeluarkan barang-barang dari peti itu dan meletakkannya di lantai berdebu.

Ada sutra dari China, peralatan masak perak dari Afganistan, permadani dari Persia, batu permata pirus dari Tibet, pelana dari Mongolia, juga sabun dan salep mewah dari Inggris, Amerika, dan Jerman.

Garis.

BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

Garis.

Mereka menemukan harta karun yang telantar; koleksi artefak Jalur Sutra terbaik yang dimiliki sebuah keluarga di India.

Tak pelak, apa yang terjadi 25 tahun lalu itu mengubah jalan hidup Hussain dan keluarganya.

Jalur Sutra adalah salah satu rute perdagangan darat terbesar di dunia, dengan jaringan jalan sepanjang 6.400 kilometer yang menghubungkan Asia Timur dengan Eropa.

Zoji La, jalur di Pegunungan Himalaya yang menghubungkan wilayah Kashmir dan Ladakh di India, merupakan bagian dari Jalur Sutra yang dianggap sebagai salah satu lintasan paling berbahaya di dunia.

Saat mengunjungi Zoji La belum lama ini, tangan saya mulai berkeringat saat mobil 4×4 yang saya naiki berdecit melalui lereng gunung.

Zoji La yang menghubungkan Kashmir dengan Ladakh di India adalah salah satu jalan paling berbahaya di dunia.

Sumber gambar, Matt Stirn

Keterangan gambar, Zoji La yang menghubungkan Kashmir dengan Ladakh di India adalah salah satu jalan paling berbahaya di dunia.
Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca

Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Saya melirik ke luar jendela dengan gugup ke puncak gletser yang telah sejajar mata, dan dasar lembah lebih dari 1.000 meter di bawahnya. Seberapa dekat pun hidung saya menempel di jendela, saya tidak dapat melihat tepi jalannya; hanya ada udara dan ruang hampa yang luas untuk jatuh.

Di kursi penumpang depan, Hussain sibuk mengirim pesan singkat untuk mengurus bisnisnya. Ia dan keluarganya kini menjalankan banyak usaha, termasuk dua hotel, dua museum, sebuah LSM konservasi, dan sebuah layanan pemandu wisata.

Perjalanan melalui Zoji La ini adalah hal rutin baginya, sesuatu yang telah keluarganya lakukan selama berabad-abad.

Saya pertama bertemu Hussain pada 2023 saat mencari macan tutul salju di Ladakh timur. Sambil menyeruput chai Kashmir—teh susu berwarna merah muda khas Kashmir—di tengah hujan salju di ketinggian 4.265 meter, ia bercerita tentang hubungannya yang luar biasa dengan Jalur Sutra.

Kilas baliknya dimulai dengan perang, lalu dilanjutkan dengan ketertarikan akan harta karun yang terkubur, dan diakhiri dengan rekonsiliasi.

Sebagai arkeolog yang terpikat dengan sejarah pegunungan, saya perlu belajar lebih banyak.

Maka, dua tahun berselang, saya menemukan diri di Zoji La mengikuti jejak para pedagang Jalur Sutra yang, seperti kami, berharap dapat mencapai pusat perdagangan bersejarah Kargil sebelum malam tiba.

Wilayah pegunungan Ladakh terletak di sudut paling barat Pegunungan Himalaya di antara perbatasan India, Pakistan, dan China yang sarat sengketa.

Dikelilingi Pegunungan Himalaya, Ladakh adalah salah satu wilayah dengan populasi paling jarang di India.

Sumber gambar, Matt Stirn

Keterangan gambar, Dikelilingi Pegunungan Himalaya, Ladakh adalah salah satu wilayah dengan populasi paling jarang di India.

Di sana, lanskap didominasi puncak-puncak yang menjulang tinggi, lembah-lembah glasial yang curam, dan dataran tinggi nan luas. Ladang jelai tampak menutupi dataran banjir yang berpasir, sementara bunga apel dan aprikot putih menghiasi tepian Sungai Indus.

Dan, di punggung bukit, macan tutul salju dan beruang cokelat Himalaya bergerak bagai hantu kala mencari mangsa.

Karena terletak di persimpangan antara perdagangan dan penaklukan, wilayah Ladakh modern menjadi rumah bagi perpaduan budaya termasuk yang dibawa komunitas buddhis Tibet, muslim, dan sejumlah suku berbeda.

Jalur Sutra, tentunya, dinamai berdasarkan sutra China yang diimpor kelompok elite Romawi selama abad ke-1 Masehi. Meski begitu, sistem perdagangan darat lintas-benua telah terjadi jauh sebelumnya.

Jalur Sutra berperan penting dalam penyebaran ide, agama, komoditas, dan mata uang di peradaban dunia kuno. Itu semua bertahan hingga 1453, saat Kekaisaran Ottoman memboikot perdagangan dengan China.

Setelahnya, sebagian rute dalam jaringan Jalur Sutra tetap bertahan, termasuk di Ladakh, hingga abad ke-20.

Beberapa hari setelah penyeberangan menegangkan kami di Zoji La, Hussain dan saya duduk di sebuah kafe kecil di Kargil sembari memakan dal (bubur kacang) dan menyeruput masala chai (teh susu dengan campuran rempah).

Saat panggilan salat bergema di sekitar pegunungan Zanskar dan asap kayu mengepul dari toko roti dekat kami, Hussain menjelaskan mengapa keluarganya memutuskan untuk melindungi dan membagi harta kakek buyut mereka.

Garis.

Jalur Sutra di Kargil

Cara terbaik untuk mendalami sejarah Jalur Sutra di Kargil adalah datang ke sana dan berkendara sepanjang rute kuno itu dari kota Leh atau Srinagar.

Di Kargil, ratusan artefak di Museum Munshi Aziz Bhat memberikan sejarah terperinci tentang masa lalu rute legendaris tersebut.

Tepat di luar kota, terdapat patung-patung batu Buddha beraliran Gandhara—sinkretisme antara seni Yunani kuno dan paham Buddha—yang menunjukkan hubungan masa lalu wilayah itu dengan Asia Tengah dan Mediterania.

Untuk pengalaman yang mendalam, biro perjalanan Roots Ladakh menawarkan ekspedisi Jalur Sutra selama 10 hari dari Srinagar ke Leh melalui Zoji La dan Kargil.

Garis.

Mulanya, keluarga Hussain tidak yakin harus berbuat apa setelah menemukan artefak Jalur Sutra itu.

Pada 2002, antropolog dari Florida Atlantic University, Jacqueline Fewkes dan Nasir Khan, mendengar rumor soal koleksi keluarga Hussain dan pergi menemui mereka. Menyadari pentingnya artefak tersebut, keluarga Hussain didorong untuk melestarikan benda-benda tersebut untuk generasi mendatang.

Setuju, keluarga Hussain membuka Museum Munshi Aziz Bhat di Kargil, dan dua paman Hussain didapuk sebagai direktur dan kurator.

Di museum itu, para pengunjung dapat menjelajahi ratusan artefak Jalur Sutra mulai dari busur tanduk domba Ladakh abad ke-18 hingga pipa air tembaga China abad ke-19.

Bagi Fewkes, anekdot personal dan hubungan keluarga dengan koleksi tersebutlah yang membuat museum ini unik dan penting.

“Museum Munshi Aziz Bhat tidak harus, dan tidak seharusnya, menjadi seperti British Museum atau Smithsonian karena museum ini menawarkan perspektifnya sendiri yang sangat berharga bagi khalayak lokal dan global,” kata Fewkes kepada saya.

“Kisah-kisah [di sini] difokuskan pada identitas, yang penting bagi para keturunan keluarga.”

“Sejarah keluarga dan sejarah lokal memberikan pemahaman alternatif tentang masa lalu dibandingkan narasi nasional atau internasional yang bisa Anda lihat di museum yang lebih besar di India atau di luar negeri.”

Sementara pamannya menjalankan operasi harian museum, Hussain fokus pada penelitian dan usaha penelusuran kembali sejarah keluarganya.

Keluarga Hussain membuka museum untuk menunjukkan koleksi artefak Jalur Sutra kuno mereka kepada dunia.

Sumber gambar, Matt Stirn

Keterangan gambar, Keluarga Hussain membuka museum untuk menunjukkan koleksi artefak Jalur Sutra kuno mereka kepada dunia.

Ini diharapkan bakal jadi warisan penting yang dapat menarik pengunjung dan membantu komunitas setempat berdamai dengan masa lalu mereka yang sulit.

“Saya pikir sangat penting bagi setiap orang untuk mencoba melestarikan sejarah keluarga mereka sendiri,” tambah paman Hussain, Ajaz Munshi.

“Di era modernisasi, kita sering kali menjauh dari akar kita, dan kita harus berusaha menjaga warisan kita tetap utuh.”

Lahir di Leh pada 1866, kakek buyut Hussain, Munshi Aziz Bhat, pergi ke Kargil setelah menyelesaikan sekolahnya di Skardu (sekarang Pakistan).

Saat itu, Kargil dikenal sebagai hub penting yang terletak di Jalur Perjanjian, salah satu cabang Jalur Sutra kuno yang menghubungkan China dengan Asia Tengah melalui Kashmir.

“Kargil selalu terhubung dengan banyak bagian dunia,” kata Hussain kepada saya.

“Namanya secara harfiah berarti ‘tempat singgah [di antara kerajaan-kerajaan]‘.”

Setelah sukses sebagai akuntan, Bhat pindah ke Kargil. Di sana, ia memulai sebuah pos perdagangan kecil yang pada 1920 telah sukses berkembang menjadi tujuh toko, sebuah penginapan bagi para pelancong, dan sebuah kandang besar.

Para pedagang yang menempuh perjalanan bulanan dari tempat-tempat seperti Lhasa atau Yarkand biasanya menempatkan unta, kuda, atau yak mereka di kandang itu.

Pada puncak kejayaannya, hub yang dikelola Bhat kerap menampung para pedagang dan barang-barang yang berseliweran di antara Asia Tengah, daratan India, China, Eropa, dan Amerika.

“Saya tertarik untuk mencari tahu soal betapa globalnya wilayah ini di masa itu,” kata Hussain.

“Wilayah ini benar-benar kosmopolitan saat itu.”

Secara historis, Kargil merupakan titik pertemuan para pedagang Jalur Sutra.

Sumber gambar, Matt Stirn

Keterangan gambar, Secara historis, Kargil merupakan titik pertemuan para pedagang Jalur Sutra.

Namun, bisnis Bhat tidak bertahan lama. Pada 1948, perbatasan antara India dan Pakistan ditutup setelah keduanya berdiri sebagai negara merdeka. Imbasnya, semua perdagangan jarak jauh yang masuk dan keluar dari Kargil juga terhenti.

Bhat lantas pensiun sebagai salah satu pedagang terakhir yang beroperasi di ruas Jalur Sutra, dan meninggal pada akhir tahun tersebut.

“Saat kakek buyut saya menutup bangunan itu, ruang-ruangnya terkunci selama hampir setengah abad,” kata Hussain.

Keesokan harinya, saat mendaki di punggung bukit di atas Lembah Mushkoh, Hussain dan saya melewati bebatuan dan karung pasir yang tersisa dari perang Kargil.

Setelah perang berakhir, orang India masih melihat daerah ini—yang terletak hanya beberapa kilometer dari perbatasan de facto dengan Pakistan—sebagai daerah yang lekat dengan perang dan berbahaya.

“Di Kargil dan tempat-tempat lainnya yang juga terdampak perang, menurut saya ada krisis identitas dan kurangnya kebanggaan,” jelas Hussain.

“Saya kira pariwisata adalah alat yang hebat untuk membantu [mengatasi isu ini] karena ketika orang-orang dari luar datang ke komunitas Anda dan menghargai warisan, sejarah, dan budaya Anda, itu dapat membantu mengembalikan kebanggaan Anda.”

Hussain dan saudaranya Tafazzul meluncurkan Roots Ladakh pada 2013, sebuah biro perjalanan yang berfokus pada warisan alam dan budaya Kargil.

Sebagian besar orang yang mengunjungi Ladakh biasanya tinggal dekat kota Leh agar bisa sekalian mengunjungi biara-biara Buddha dan mencari macan tutul salju.

Namun, ke depannya, Hussain berharap dapat perlahan mengundang lebih banyak orang ke rumahnya.

Hussain dan saudaranya Tafazzul meluncurkan Roots Ladakh pada 2013, sebuah biro perjalanan yang berfokus pada warisan alam dan budaya Kargil.

Sumber gambar, Matt Stirn

Keterangan gambar, Hussain dan saudaranya Tafazzul meluncurkan Roots Ladakh pada 2013, sebuah biro perjalanan yang berfokus pada warisan alam dan budaya Kargil.

“Visi kami adalah mengubah anggapan yang terbentuk sebelumnya tentang wilayah kami sebagai zona perang melalui sudut pandang warisan,” jelasnya, sambil mengamati jejak macan tutul salju di lumpur.

“Saya banyak mengenang para leluhur saya dan orang-orang menarik yang pasti pernah mereka temui. Kargil saat ini adalah lokasi transit, sama seperti di masa lalu, dan saya merasa seperti meneruskan warisan itu dengan menjamu para pelancong dan tamu.”

Mengikuti Jalur Sutra kuno, Hussain dan saya menyusuri Lembah Suru menuju kerajaan Buddha Zanskar yang terisolasi.

Saat berbelok di sudut, saya melihat tiga perempuan tua berjalan di bawah lidah gletser besar, sambil membawa tumpukan jerami di punggung mereka. Mereka tengah mempersiapkan diri menghadapi musim dingin sambil mengobrol dan berjalan kaki menuju rumah mereka, yang berjarak beberapa kilometer dari sana.

Hussain menawarkan tumpangan kepada mereka. Saat para perempuan itu naik, salah satunya bertanya kabar apa yang Hussain dapatkan dari dunia luar.

Seperti yang dilakukan kakek buyutnya dahulu, Hussain menoleh ke arah tamu-tamunya yang lelah, yang datang dari kultur berbeda, dan mulai menyampaikan kisah-kisah tentang politik, perdagangan, dan negeri-negeri nan jauh.

Anda dapat membaca artikel ini dalam versi bahasa Inggris dengan judul The ancient discovery that put a Silk Road city back on the map pada laman BBC Travel.

Tinggalkan Balasan