Didakwa rugikan negara Rp578 miliar dalam kasus korupsi impor gula, Tom Lembong berkukuh dirinya korban ‘kriminalisasi hukum’ – Bagaimana kronologi kasusnya?

Sumber gambar, KOMPAS.com/Syakirun Ni’am
Eks Menteri Perdagangan Tom Lembong menolak dakwaan merugikan negara Rp578 miliar dalam kasus impor gula kristal mentah. Dia berkukuh tidak menerima uang sepeser pun dalam kasus itu. Lembong pun menganggap dirinya korban ‘kriminalisasi hukum’. Siapa Tom Lembong dan bagaimana perjalanan kasusnya?
Dalam nota pembelaan atau eksepsinya di persidangan perdana kasusnya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (06/03), pengacara Tom Lembong menyebut jaksa bertindak “sewenang-wenang” atas kliennya.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa mantan menteri perdagangan (2015-2016) itu merugikan negara Rp578 miliar dalam kasus korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Disebutkan Tom Lembong melakukannya dengan melibatkan setidaknya 10 orang pengusaha.
Menurut JPU, tindakan melawan hukum Tom Lembong adalah menerbitkan surat Pengakuan Impor/Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah (GKM) tanpa didasarkan rapat koordinasi antar Kementerian.
Akhir dari Artikel-artikel yang direkomendasikan
Namun dalam pembelaannya, Ari Yusuf Amir, salah-seorang pengacara Tom Lembong, mengatakan kliennya tidak menerima uang sepeser pun dalam kasus dugaan korupsi impor gula.

Sumber gambar, KOMPAS.com/Syakirun Ni’am
Di ruangan sidang, Ari juga menyebut Tom Lembong menjadi “kriminalisasi hukum”.
“Apa yang menjadi dakwaan jaksa hari ini bisa disebut sebagai kriminalisasi hukum, terutama terkait dengan kebijakan Menteri Perdagangan,” ujarnya, membacakan nota keberatan kliennya.
Ari lalu menilai isi dakwaan JPU sebagai tindakan “sewenang-wenang” terhadap kliennya.
Menurutnya, Tom Lembong tidak menikmati uang sepeser pun dalam kasus tersebut.
“Terdakwa disangka melakukan korupsi sementara satu rupiah pun, penuntut umum tidak bisa membuktikan adanya aliran dana yang masuk ke terdakwa baik secara langsung ataupun tidak langsung,” ujarnya.
Ari mengeklaim tak ada kerugian negara dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan periode 2015-2016.
Dia merujuk kepada apa yang disebutnya sebagai hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI).
Dihadiri Anies Baswedan, apa isi dakwaan jaksa penuntut terhadap Tom Lembong?
Jaksa penuntut umum (JPU) membacakan dakwaannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (06/03).
Sidang perdana ini dihadiri eks Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Dalam Pilpres 2024, Tom Lembong mendukung capres Anies Baswedan. Dia menjadi salah-seorang pimpinan tim pemenangan Anies.
Ketika Tom Lembong dijadikan tersangka pada Oktober 2024, para pendukungnya menuduh kasus ini dipolitisasi.
Tuduhan ini dibantah berulangkali oleh Kejaksaan Agung.
Dalam dakwaannya, JPU mendakwa Tom Lembong alias Thomas Trikasih Lembong merugikan negara Rp578 miliar.
“Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp578 miliar,” kata JPU, seperti dilaporkan Kompas.com.
Ini terkait kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) saat Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan (2015-2016).

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Disebutkan Tom Lembong melakukannya dengan melibatkan setidaknya 10 orang pengusaha.
Menurut JPU, tindakan melawan hukum Tom Lembong adalah menerbitkan surat Pengakuan Impor/Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah (GKM) tanpa didasarkan rapat koordinasi antar Kementerian.
Lebih lanjut jaksa mengatakan, terdakwa juga memberikan Surat Pengakuan Sebagai Importir produsen GKM untuk diolah menjadi GKP yang dilakukan pada saat produksi GKP dalam negeri mencukupi.
Lalu, pemasukan/realisasi impor GKM tersebut terjadi pada musim giling.
Di sisi lain, Tom Lembong tidak menunjuk Perusahaan BUMN untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
Temuan jaksa menunjukkan bahwa yang bersangkutan menunjuk Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (PUSKOPOL), Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI- Polri.
“Terdakwa Tom Lembong tidak melakukan pengendalian atas distribusi gula dalam rangka pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula yang seharusnya dilakukan oleh BUMN melalui operasi pasar dan/atau pasar murah,” ungkap jaksa.
Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan 11 orang tersangka dalam kasus ini.
Dua di antaranya, yakni Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan periode 2015–2016 dan Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, seperti dilaporkan Antara.
Pada akhir Oktober 2024 lalu, Kejaksaan Agung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus ini.
Saat itu Kejaksaan Agung langsung menahannya di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Bagaimana kronologi dan modus kasus dugaan korupsi impor gula menurut Kejagung?
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, mengatakan impor gula kristal putih seharusnya hanya dilakukan BUMN, namun Tom Lembong mengizinkan PT AP untuk mengimpor.
“Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah 105.000 ton kepada PT AP,” kata Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/10).
Dia menyebut impor gula kristal mentah itu tidak melalui rapat koordinasi instansi terkait dan tanpa rekomendasi Kementerian Perindustrian.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Pada Desember 2015, menurut pemaparan Abdul Qohar, Kemenko Perekonomian menggelar rapat mengenai kondisi Indonesia yang akan kekurangan gula kristal putih pada 2016.
Qohar mengatakan DS selaku Direktur Pengembangan Bisnis Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) memerintahkan bawahannya melakukan pertemuan dengan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
Menurut Qohar, untuk mengatasi kekurangan gula seharusnya yang diimpor adalah gula kristal putih.
Namun, kata Qohar, impor yang dilakukan adalah gula kristal mentah. Setelah itu, gula kristal mentah tersebut diolah oleh perusahaan yang hanya memiliki izin mengelola gula kristal rafinasi.
Setelah gula diolah, imbuh Qohar, PPI seolah-olah membeli gula tersebut. Padahal, gula itu dijual ke masyarakat dengan harga Rp 16.000 yang lebih tinggi dari harga eceran tertinggi saat itu, yakni Rp 13.000.
Baca juga:
Qohar menyebut PT PPI mendapat fee dari perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tersebut. Kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp400 miliar.
Selain Tom Lembong, Kejagung menetapkan status tersangka pada DS selaku Direktur Pengembangan Bisnis pada PT PPI periode 2015-2016.
Penetapan status tersangka pada Tom Lembong dan DS dilakukan setelah Kejaksaan Agung melakukan penggeledahan di Kementerian Perdagangan pada 3 Oktober lalu.
Apa tanggapan kuasa hukum Tom Lembong atas tuduhan jaksa penuntut?
Pada November 2024 lalu, kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, membantah kliennya memberikan izin impor saatkondisi di Indonesia sedang surplus gula.
Ari berujar data yang menyatakan saat itu Indonesia tengah surplus gula itu disebutnya “salah”.
“Kaitan surplus pada waktu itu itu salah data waktu itu. Data yang benar kita tidak pernah surplus dalam masalah gula, itu informasi yang salah. Itu bisa dicek datanya,” kata Ari dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (04/11/2024), seperti dilaporkan Detik.com.
Dalam kasus ini, Tom Lembong disebut memberikan izin impor gula kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Padahal, demikian Ari, sudah ada surat-menyurat dari kepada PT PPI dari menteri sebelumnya yang dilanjutkan menjadi kebijakan impor saat Tom Lembong menjadi menteri.

Sumber gambar, Detikcom/Rifkianto Nugroho
“Jadi menteri sebelumnya sudah ada surat menyurat dengan PPI ketika pak Tom masuk, PPI menindaklanjuti surat tersebut dan dijawab oleh pak Tom. Jadi lanjutan kebijakan tersebut. Jadi kalau kaitannya hanya sebatas itu konstruksinya kita sangat sayangkan,” ungkapnya.
Dengan demikian, Ari mempertanyakan pertimbangan Kejagung menetapkan tersangka dan menahan Tom lembong.
Dia ingin agar Kejagung menjelaskan lebih lanjut tindakan melawan hukum apa yang dilakukan kliennya.
“Kita ingin itu melihat bahwa perbuatan melawan hukumnya itu di mana, apa ada kepentingan Pak Tom di sana, dalam kebijakan-kebijakan tersebut. Apakah ada imbas kepada Pak Tomnya? Apakah itu fee atau apa, yang sampai saat ini kita belum dapatkan itu,” kata Ari.

Sumber gambar, AFP

BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

Apakah Kejaksaan Agung melakukan politisasi?
Kejaksaan Agung mengaku tidak ada unsur politisasi dalam penetapan tersangka Tom Lembong.
Mereka mengeklaim penetapan status tersangka itu murni berdasarkan alat bukti hukum.
“Bahwa penyidik bekerja berdasarkan alat bukti, itu yang perlu digarisbawahi, tidak terkecuali siapa pun pelakunya.
“Ketika ditemukan bukti yang cukup maka penyidik pasti akan menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” kata Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/10).
“Saya ulangi, tidak memilih atau memilah siapa pelakunya sepanjang memenuhi alat bukti yang cukup,” tegasnya.
Menurut Kejagung, kasus ini diusut sejak Oktober 2023.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
“Penyidikan dalam perkara ini sudah cukup lama, sejak Oktober 2023. Jadi kalau dihitung mungkin satu tahun dengan jumlah saksi sekitar 90,” kata Abdul Qohar.
Dia menjelaskan kasus ini diusut sebelum Pemilu Presiden 2024.
Tom Lembong saat itu menyokong Anies Baswedan dalam Pilpres 2024. Dia menjadi salah-seorang pimpinan di tim pemenangan Anies.
“Kita sudah tahap penyidikan satu tahun, artinya penyidikan sebelum itu (pilpres). Saya tidak punya data ini mulai kapan (penyelidikan), tapi yang pasti sistem dari penyidikan adalah penyelidikan, itulah tahap yang telah diatur dan ditentukan dalam KUHAP, cukup ya,” tegas Qohar.
Di tempat yang sama, Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menegaskan tidak ada unsur politisasi dalam penetapan status tersangka Tom Lembong.
“Tidak ada politisasi dalam perkara ini ya,” katanya.
Bagaimana nasib Tom Lembong?

Sumber gambar, Getty Images
Kejagung langsung menahan Tom Lembong di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Adapun DS ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
“Bahwa terhadap kedua tersangka dilakukan penahanan rutan selama 20 hari ke depan. Untuk tersangka TTL di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor 50 Tanggal 29 Oktober 2024. Dan untuk tersangka DS berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor 51 Tanggal 29 Oktober 2024,” jelas Qohar.
Siapa Tom Lembong?
Tom Lembong lahir di Jakarta pada 4 Maret 1971. Dia mendapatkan gelar sarjana ilmu desain urban dan arsitektur dari Universitas Harvard pada 1994.
Usai menempuh pendidikan di Harvard, Thomas meniti karier di sektor finansial, antara lain di Deutsche Securities Indonesia dan Morgan Stanley.
Pada 2000, Thomas menjabat sebagai pejabat senior di Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Lembaga ini dibentuk pemerintah Indonesia untuk merestrukturisasi sejumlah bank dan mengurus kredit macet di kalangan swasta akibat krisis keuangan yang melanda negara-negara di Asia pada 1997 dan 1998.
Thomas ikut mendirikan lembaga ekuitas swasta yang berbasis di Singapura, Quvat Management, pada 2006. Kariernya terus berkembang, hingga ditunjuk menjadi menteri perdagangan pada Agustus 2015.
Tom Lembong menduduki jabatan itu hingga Juli 2016. Presiden Indonesia saat itu, Joko Widodo, memberikan posisi baru kepadanya, yaitu Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Relasi Tom Lembong dan Jokowi awalnya bermula di Balai Kota DKI Jakarta pada 2013. Tom Lembong kala itu menjadi penasehat ekonomi sekaligus penulis pidato Jokowi yang berstatus Gubernur DKI.
Hubungan keduanya tak berlanjut saat Jokowi memulai kepresidenannya pada periode kedua. Pada Oktober 2019, Thomas tak lagi duduk di kabinet ataupun memimpin sebuah lembaga negara.

Sumber gambar, AFP
Pada 2021, Tom Lembong ditunjuk oleh Anies Baswedan, yang ketika itu menjabat Gubernur DKI, menjadi Ketua Dewan PT Jaya Ancol.
Tom Lembong lalu menyokong Anies yang berkompetisi pada Pemilihan Presiden 2024. Dia berperan sebagai salah satu pucuk pimpinan di tim pemenangan Anies kala itu.
Pada perhelatan pilpres tersebut, Tom Lembong dalam sejumlah kesempatan berbicara dalam forum publik bahwa ”Jokowi telah berubah”, termasuk ”dalam dimensi yang tidak begitu baik”. Pernyataan itu diutarakan Thomas dalam acara gelar wicara di Kompas TV.