‘Mereka pergi bermain sepakbola, tapi tak pernah pulang’ – Empat bocah dibunuh dengan kejam di Ekuador, mengapa perang terhadap geng kriminal dikritik?

‘Mereka pergi bermain sepakbola, tapi tak pernah pulang’ – Empat bocah dibunuh dengan kejam di Ekuador, mengapa perang terhadap geng kriminal dikritik?

Josué and Ismael Arroyo

Sumber gambar, Courtesy of the Arroyo family

Keterangan gambar, Josué (kiri) dan Ismael (kanan) hilang pada 8 Desember 2024 dan ditemukan dalam kondisi meninggal di dekat markas tentara.

  • Penulis, Isabel Caro
  • Peranan, BBC World Service

Pada 8 Desember 2024, empat bocah laki-laki Ekuador pergi bermain sepak bola, tetapi tidak pernah kembali. Beberapa pekan kemudian mayat mereka yang dimutilasi berhasil diidentifikasi.

Kasus ini memicu perdebatan sengit tentang pelanggaran hak asasi manusia, rasisme, hingga kekerasan aparat polisi dan militer di negara Amerika Latin tersebut.

Saat itu, 2 Januari 2025, Luis Arroyo merayakan ulang tahun anak perempuannya bersama keluarganya di rumah, di kawasan miskin Las Malvinas.

Las Malvinas terletak di Guayaquil, kota terbesar di Ekuador.

Gadis itu berusia sembilan tahun, tetapi suasana acara itu terasa suram, walaupun ayahnya berusaha keras membuatnya menjadi meriah.

Sang ayah sudah membeli ayam panggang, tetapi putrinya kehilangan selera makan selama berhari-hari—dia sangat merindukan dua kakak lelakinya, Ismael dan Josué, yang sudah berminggu-minggu tak dia temui.

Arroyo berujar hidupnya bak mimpi buruk yang membuatnya dapat terbangun tiba-tiba.

“Tetapi itu bukan mimpi buruk, itu nyata […] mereka mengambil anak-anak saya dengan brutal,” katanya kepada BBC melalui telepon.

People crying at a funeral

Sumber gambar, Reuters

Keterangan gambar, Keluarga empat anak yang dibunuh dengan kejam melahirkan kemarahan dan kepiluan yang mendalam saat proses pemakaman pada 1 Januari 2025.

Hanya beberapa jam sebelumnya, dia telah menguburkan Ismael (15) dan Josué (14), yang jasadnya—dibakar dan dengan tanda-tanda penyiksaan—harus dia identifikasi sendiri.

Anak-anaknya itu adalah dua dari “Los Cuatro de Guayaquil” atau “Guayaquil Four”. Mereka adalah anak-anak Ekuador yang ditahan anggota tentara dan kemudian hilang. Korban lainnya adalah Nehemías Arboleda, 15 tahun, dan Steven Medina, 11 tahun.

Kasus ini telah menggemparkan Ekuador dan mengungkap berbagai persoalan akut di negara itu, termasuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM), rasisme, serta kekerasan polisi dan militer.

Pergi bermain sepak bola, lalu tak pernah pulang

Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca

Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Sampai saat ini, Ekuador dianggap sebagai salah satu negara paling aman di kawasan tersebut.

Berbagai obyek wisatanya—Kepulauan Galapagos, hutan hujan, dan pegunungan— menarik banyak wisatawan.

Namun, kejahatan terorganisir, seperti di negara-negara Amerika Latin lainnya, meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Ekuador kini merupakan salah satu negara dengan tingkat pembunuhan tertinggi di dunia.

Baca juga:

Menanggapi situasi seperti itu, Presiden Daniel Noboa memberi wewenang kepada militer untuk menjaga ketertiban umum.

Kasus “Guayaquil Four”—yang muncul hanya beberapa pekan sebelum pemilihan presiden pada 9 Februari—telah memicu perdebatan mengenai kebijakan kekerasan ala Noboa, yang mencakup penerapan keadaan darurat dan penangguhan hak-hak sipil tertentu.

Hal ini juga memicu protes di negara tersebut yang, walaupun terbatas, telah menarik perhatian organisasi internasional seperti PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), yang komisi HAM-nya telah mendesak Ekuador untuk menyelidiki kasus tersebut.

Ekuador, Guayaquil Four

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Seorang perempuan memegang spanduk yang menggambarkan empat bocah Ekuador yang ditangkap oleh tentara dan ditemukan tewas di dekat pangkalan militer

“Menuntut semua yang bertanggung jawab, dan mengambil tindakan untuk memastikan bahwa situasi seperti itu tidak terjadi lagi,” kata PBB.

Presiden Noboa telah menegaskan tidak akan ada impunitas terkait nasib anak-anak di bawah umur tersebut.

Namun, keluarga tidak mempercayai kata-katanya, dan menginginkan keadilan bagi keempat anak yang saat itu pergi bermain sepak bola, tetapi tidak pernah pulang.

‘Ayah, kemarilah, tolong selamatkan aku’

Pada 8 Desember 2024 malam, Luis Arroyo pergi keluar untuk membeli bahan makanan dan ketika dia kembali sekitar pukul 20.40, dia heran Ismael dan Josué belum pulang.

“Saya bertanya kepada istri saya: ‘Di mana anak-anak itu?’ ‘Mereka pergi bermain bola, mereka akan kembali,’ katanya kepada saya.

“Tetapi mereka tidak pulang dan saya mulai khawatir, saya pergi keluar untuk mencari mereka tetapi tidak dapat menemukannya. Waktu terus berlalu dan istri saya menerima telepon pada pukul 22.40.”

Ayah dari para remaja itu mengatakan bahwa seorang pria yang tidak pernah menyebutkan identitasnya menghubungi istrinya dan memberi tahu bahwa anak-anaknya telah ditahan oleh militer. Mereka dalam kondisi telanjang dan butuh bantuan.

A man wearing black, Luis Arroyo, is crying surrounded by other people

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Luis Arroyo, memakai kaos hitam, menangis saat pemakaman dua anaknya.

“Kemudian dia menghubungkan saya dengan anak saya yang tertua, Ismael.”

“Dia berujar kepada saya: ‘Ayah, kemarilah, selamatkan saya, kami di sini di Taura [sebuah kota di luar Guayaquil], dalam kondisi telantar. Militer menangkap kami karena diduga mencuri, tetapi kami tidak melakukan apa pun. Ayah, kemarilah, tolong selamatkan kami. Saya takut.'”

Luis Arroyo berusaha membuatnya tidak panik.

“Anakku, tetaplah tenang, aku akan menyelamatkanmu.”

Baca juga:

Dan kemudian orang ini mengambil kembali telepon itu dan berujar:

“Tunggu, para anggota geng datang dengan sepeda motor.”

Saya mengatakan kepadanya agar tidak melakukan apa pun kepada anak-anak—kasihanilah mereka, demi Tuhan.

Pria itu berkata kepada saya:

“Anda punya waktu 45 menit, satu jam […] Jika Anda mencintai anak-anak Anda, Anda harus datang menemui mereka sekarang.”

Arroyo berkata bahwa pria itu mengirimkan lokasinya, tetapi dia tidak tahu cara ke sana.

“Dan saya tidak akan mengambil risiko pergi ke sana sendirian,” katanya.

Relatives of the Guayaquil Four

Sumber gambar, Reuters

Keterangan gambar, Keluarga dan teman-teman tak kuasa menahan tangis saat pemakaman empat anak yang dibunuh dengan kejam: Josué, Ismael Arroyo, Steven Medina dan Nehemías Arboleda.

“Jadi saya menutup telepon dan menghubungi seorang kerabat untuk melaporkan berita itu ke polisi dengan lokasi, foto pria itu, dan nomor teleponnya.”

“Tetapi ketika polisi tiba di tempat kejadian, mereka tidak menemukan siapa pun.

“Kemudian kerabat saya menelepon saya dan berkata: ‘Arroyo, anak-anak itu tidak ada di sini.”

“Putus asa, saya menutup telepon dan menelepon pria ini lagi dan bertanya kepadanya mengapa dia tidak membebaskan anak-anak.”

Pria itu menghardik Arroyo dan menuduhnya melaporkan kejadian tersebut ke polisi.

empat bocah ekuador

Sumber gambar, Getty Images

“Sepertinya Anda tidak mencintai anak-anak Anda […] para bandit datang dengan 10 sepeda motor dan membawa mereka pergi,” katanya menirukan suara sang pria.

“Dia menutup telepon dan saya tidak mendengar apa pun terkait nasib anak-anak saya.”

Arroyo tidak menerima panggilan atau pesan lagi.

Dia tahu melalui media sosial, pada Malam Natal, ada empat mayat ditemukan dalam kondisi terbakar dan dengan tanda-tanda penyiksaan.

Jasad-jasad itu ditemukan di dekat pangkalan militer di Taura.

Sebuah spanduk yang menggambarkan empat remaja Ekuador yang ditangkap oleh tentara dan ditemukan tewas di dekat pangkalan militer, difoto pada 8 Januari 2025.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Sebuah spanduk yang menggambarkan empat remaja Ekuador yang ditangkap oleh tentara dan ditemukan tewas di dekat pangkalan militer, difoto pada 8 Januari 2025.

“Kami berdoa kepada Tuhan: ‘Semoga mereka bukan anak-anak kami.’

“Mereka menemukan jenazah anak-anak itu Selasa dan Jumat mereka menelepon kami dari tempat kejadian perkara.

“Mereka meminta kami untuk datang ke sana. Pada hari yang sama kami melakukan tes DNA.”

Pada saat itu, seorang hakim telah meminta agar kasus tersebut diselidiki sebagai dugaan “penghilangan paksa” dan 16 tentara ditangkap.

‘Ibu, bapak, mayat-mayat itu adalah anak-anak kalian’

Pada tanggal 31 Desember, para kerabat menghadiri sidang resmi atas para tentara ini. Saat itulah mereka menerima konfirmasi akhir.

“Ketika sidang selesai, jaksa datang kepada kami dan berkata: ‘Baiklah, ibu, bapak, saya harus katakan kepada kalian bahwa saya tidak akan berbohong kepada kalian tentang apa pun. Sayangnya, mayat-mayat yang ditemukan di Taura adalah anak-anak kalian,'” kenang Arroyo.

“Itu mengerikan sekali, istri saya sampai histeris. Itu sangat mengerikan.”

garis

BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

garis

Kunjungan berikutnya adalah kamar jenazah.

“Saya melihat kedua anak saya. Kaki mereka adalah satu-satunya yang tersisa dan karena Ismael memiliki kapalan dan bunion (benjolan tulang yang terbentuk pada sendi di pangkal jempol kaki.), seperti pemain bola, saya dapat membedakannya, karena kepalanya juga tidak ada.

“Yang satunya, hanya tersisa tangan, kelingking, rambutnya, sebagian tengkoraknya, dan sebagian wajahnya.”

Ayah Ismael dan Josué bercerita bahwa keluarganya ingin meminta kuburan digali kembali untuk diselidiki (ekshumasi), karena mereka masih belum benar-benar yakin atas apa yang terjadi pada mereka.

Luis Arroyo at the morgue

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Luis Arroyo (kaos abu-abu) di kamar jenazah untuk mengidentifikasi jasad anak-anaknya.

“Mereka memberi kami jasad dua anak itu, tetapi mereka tidak memberi tahu kami bagaimana mereka meninggal, apakah mereka disiksa, ditembak, atau organ mereka diambil.”

“Mereka memberi kami kerangka, dalam keadaan membusuk, terbakar habis, kepala anak saya hilang, itu mengerikan,” ujarnya.

“Kami ingin jenazah tersebut diuji DNA secara internasional. Kami menginginkan keadilan.”

“Mereka adalah empat anak yang tidak berdaya—bayangkan melakukan semua ini kepada mereka secara kejam dan jahat sekali.”

‘Mereka adalah segalanya bagi saya’

Luis Arroyo tiba di kompleks pemakaman Ángel María Canales pada 1 Januari dengan medali yang tergantung di lehernya—Ismael telah memenangkannya dalam kompetisi sepak bola—sebagai penghormatan atas impian seumur hidup putranya untuk menjadi pemain sepak bola profesional.

“Anak-anak saya sangat penyayang, ramah, mereka tidak punya masalah dengan siapa pun.”

“Mereka selalu berdedikasi pada studinya, sepak bola.”

Keluarga dari Josue dan Ismael Arroyo, masing-masing berusia 14 dan 15 tahun,  membawa salah satu peti mati selama pemakaman mereka di pemakaman Angel Maria Canals di Guayaquil, Ekuador, pada 1 Januari 2025.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Keluarga dari Josue dan Ismael Arroyo, masing-masing berusia 14 dan 15 tahun, membawa salah satu peti mati selama pemakaman mereka di pemakaman Angel Maria Canals di Guayaquil, Ekuador, pada 1 Januari 2025.

“Mereka berkata kepada kami: ‘Ayah, Ibu, aku akan bermain sepak bola profesional, aku akan keliling dunia, aku akan membelikan kalian rumah, Ibu… aku akan mengeluarkan kalian dari sini.’ Itulah impian anak saya.”

“Ismael Arroyo dan Josué Arroyo akan selalu ada di hati saya.”

“Saya tahu bahwa Tuhan telah menempatkan mereka di surga, mereka adalah malaikat kecil, saya akan selalu mencintai mereka dan saya tidak akan beristirahat sampai keadilan ditegakkan.”

“Kematian mereka tidak akan luput dari hukuman. Mereka segalanya bagi saya, kekuatan pendorong saya, landasan hidup saya.”

‘Anak-anak saya bukan penjahat’

Arroyo menegaskan anak-anaknya didiskriminasi karena warna kulitnya.

Mereka bukanlah anak pertama—maupun terakhir—yang hilang akibat kebijakan keamanan yang penuh kekerasan oleh pemerintahan Daniel Noboa.

“Ini adalah strategi pemerintah yang buruk: mengirim orang-orang ini untuk membunuh di jalanan.”

“Presiden mendukung tindakan memalukan para tentara ini, menutupi berbagai hal dan mendiskriminasi anak-anak kami, mencoreng nama mereka sendiri,” katanya.

Steven Medina (left) and Nehemías Arboleda (right)

Sumber gambar, Dokumen keluarga

Keterangan gambar, Steven Medina (kiri) dan Nehemías Arboleda (kanan).

“Mereka ingin menggambarkan anak-anak kami sebagai teroris, pencuri, penjahat. Anak-anak saya bukanlah penjahat, mereka juga tidak mencuri, tidak ada bukti bahwa mereka mencuri apa pun,” katanya, mengacu pada tuduhan awal Kementerian Pertahanan bahwa anak-anak di bawah umur tersebut terlibat dalam perampokan sebelum ditangkap.

Luis Arroyo mengatakan bahwa dia ketakutan dan meminta otoritas Ekuador untuk melindunginya dan keluarganya.

“Saya takut dengan kejadian ini, saya ingin kabur dari Ekuador. Kami merasa sendirian, tanpa perlindungan, hidup kami bisa dalam bahaya.”

Minggu ini, Menteri Pertahanan Ekuador, Gian Carlo Loffredo, secara terbuka meminta maaf atas penahanan anak-anak tersebut, tetapi mengkritik penyelidikan tersebut yang dianggap sebagai kasus penghilangan paksa.

Tinggalkan Balasan