Makna tersembunyi di balik lukisan perempuan telanjang dari abad ke-16

Makna tersembunyi di balik lukisan perempuan telanjang dari abad ke-16

nudis, Raphael, The Three Graces

Sumber gambar, The Royal Collection Enterprises Limited 2024/ Royal Collection Trust

  • Penulis, Deborah Nicholls-Lee
  • Peranan, BBC Culture

Sebuah lukisan berjudul Three Graces karya Raphael mengungkap pemikiran tentang ketelanjangan, kesopanan, rasa malu, serta kejeniusan sang seniman di masa itu. Lukisan tersebut adalah bagian dari pameran bertema Drawing the Italian Renaissance di The King’s Gallery, Istana Buckingham, London.

Pameran itu menampilkan lukisan-lukisan dari tahun 1450 sampai 1600 yang merupakan pameran terbesar yang pernah ada di Inggris.

Seekor lobster yang mengembara dan seekor burung unta yang berdiri tegak tampil di antara 150 buah lukisan dari kapur, metalpoint dan tinta yang dipamerkan dalam Drawing The Italian Renaissance, di King’s Gallery, Istana Buckingham.

Lukisan-lukisan karya para tokoh besar Renaisans seperti Leonardo da Vinci, Michelangelo, Raphael dan Titian itu seringkali dibuat sebagai persiapan untuk lukisan tablo yang lebih besar.

Diperkirakan lukisan-lukisan itu sudah terdaftar sebagai Royal Collection pada abad ke-17 di masa kekuasaan Raja Charles II. Beberapa di antaranya merupakan hadiah kepada sang raja.

Bagi lebih dari 30 di antara lukisan-lukisan tersebut, ini merupakan pertama kali mereka dipamerkan di tempat umum.

Lukisan-lukisan ini jarang ditampilkan. Karena itu, pameran lukisan Italia dari tahun 1450 sampai 1600 ini tergolong terbesar yang pernah ditampilkan di Inggris.

nudis, Raphael, The Three Graces

Sumber gambar, The Royal Collection Enterprises Limited 2024/ Royal Collection Trust

Keterangan gambar, The Three Graces (1517-1518) karya Raphael.
Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca

Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Lukisan yang lebih langka ketimbang lukisan hewan-hewan adalah lukisan-lukisan perempuan telanjang, yang ternyata jumlahnya tiga kali lebih banyak daripada lukisan laki-laki telanjang.

“Tubuh laki-laki adalah fokus utama kreativitas,” jelas sejarawan Renaisans, Maya Cory, saat membahas acara pameran itu di Front Row BBC Radio 4 pada Oktober lalu.

“[Lukisan-lukisan ini dibuat] masyarakat Kristen, dan tubuh laki-laki adalah yang diciptakan menurut gambaran Tuhan, bukan tubuh perempuan.”

Vitruvian Man karya Leonardo da Vinci, dengan proporsi tubuh yang ideal adalah contohnya.

Pada masa itu, menurut Cory, fisik laki-laki adalah yang “paling mendekati kesempurnaan ilahi”.

Jika Michelangelo membutuhkan figur perempuan, maka model laki-lakilah yang akan berpose untuknya.

“Hal ini menyebabkan kesalahpahaman dan distorsi dalam penggambaran tubuh perempuan.”

Baca juga:

Ada pula masalah praktis.

“Bengkel seniman itu akan menjadi lingkungan yang diperuntukkan bagi laki-laki, dan tanpa adanya ‘model profesional’, akan bertentangan dengan semua norma masyarakat jika seorang perempuan membuka pakaian di depan laki-laki selain suaminya,” kata Martin Clayton, kurator pameran, kepada BBC.

Akan tetapi, Raphael merupakan salah satu seniman pertama yang menentang kebiasaan itu. Dia membuat sketsa perempuan telanjang berdasarkan kenyataan.

“Raphael merupakan seniman yang sangat pragmatis, yang secara cemerlang menggunakan lukisan untuk mengatasi masalah-masalah visual dan bekerja dengan sangat cepat. Mulai dari ide awal hingga komposisi akhir,” kata Clayton.

Lukisan-lukisan tersebut “memungkinkan kita melihat respons langsung sang seniman terhadap figur yang hidup saat mereka mengamati pose, proporsi, gerakan dan detail anatomi,” tambahnya.

Dalam kasus Raphael, “ketegasan dan keterbukaannya terhadap variasi-variasi dan kemungkinan-kemungkinan selalu terlihat.”

Leonardo da Vinci

Sumber gambar, The Royal Collection Enterprises Limited 2024/Royal Collection Trust

Keterangan gambar, The Virgin and Child with infant Baptist, and heads in profile karya Leonardo da Vinci (1478 – 80).

The Three Graces karya Raphael (tahun 1517-1518) adalah sebuah karya yang dibuat dengan kapur merah.

Terbukti pula bahwa sang seniman dalam karya-karya sketsanya menggunakan metalpoint.

Ini menunjukkan kejeniusan sang seniman dalam membuat karya.

Saat dia menggerakkan satu model menjadi tiga pose yang berbeda, kita menyaksikan suatu proses yang dilakukan dengan cermat di balik penciptaan lukisan dinding yang luar biasa, The Wedding Feast of Cupid and Psyche.

Tiga figur itu akhirnya tampil untuk memberkati para pengantin baru guna menganugerahi kebahagiaan di masa depan mereka.

Tanpa busana, kompleksitas tubuh manusia merupakan ujian utama bagi bahkan para seniman Renaisans, sekaligus memuaskan hasrat pada ilmu pengetahuan di masa itu.

Bisep dan otot paha bagian depan yang berbentuk indah itu berbicara tentang minat yang sama terhadap anatomi yang kita lihat dalam karya Da Vinci, The Muscle of the Leg (1510-1511), yang dijelaskan secara ringkas dan padat, juga dipamerkan.

Namun terdapat kelembutan di bagian wajah dan perut yang tidak terdapat pada penggambaran laki-laki dalam pameran tersebut, seperti pada lukisan The Head of a Youth (1590) dengan rahangnya yang memiliki sudut, dikaitkan pada Pietro Faccini atau patung St Jerome yang berotot karya Bartolomeo Passarotti (1580).

Baca juga:

Sosok perempuan impian

Mirip dengan patung David karya Michelangelo yang dipahat satu dekade sebelumnya, Raphael tampak sedang mengejar impian, bahkan ketika melukiskan makhluk hidup.

Dalam sebuah surat yang kabarnya ditulis untuk temannya, Baldassare Castiglione pada 1514, dia mengungkapkan perjuangannya untuk menangkap kesempurnaan dalam kehidupan nyata.

“Untuk melukis seorang perempuan cantik, saya harus melihat beberapa perempuan yang cantik juga,” tulisnya.

“Namun karena penilaian yang baik serta perempuan yang cantik itu langka, saya memanfaatkan ide tertentu yang terlintas di benak saya.”

Lukisan The Head of the Virgin (c1582) karya Federico Barocci.

Sumber gambar, The Royal Collection Enterprises Limited 2024/ Royal Collection Trust

Keterangan gambar, Lukisan The Head of the Virgin (c1582) karya Federico Barocci.

Dalam The Three Graces karya Raphael, “kecantikan” berarti kulit mulus tanpa bulu, tanpa noda dan payudara serta bokong yang bulat sempurna seperti buah apel yang dipegang trio itu dalam karyanya tentang mitos tersebut pada 1504-1505.

Ketika Sandro Botticelli menjadikan Graces sebagai fitur dari lukisan dindingnya yang luas, Spring, kelembutan feminin ditekankan pada rambut yang terurai dan kain yang tembus pandang.

Di sisi lain, karya Pietro Liberi setelah era Renaisans (sekitar 1670-1680) menampilkan pipi yang kemerahan dan kulit sewarna marmer yang dapat kita lihat dalam karya-karya seperti The Head of the Virgin (sekitar 1582) karya Federico Barocci, yang dilukis seabad sebelumnya dan dipajang di King’s Gallery.

Pandangan bahwa karya seni menggambarkan cara pandang laki-laki menjadi tidak terhindarkan karena begitu sedikitnya pelukis dan patron perempuan di era Renaisans.

“Persepsi tentang gender dan peran subordinat peran perempuan di budaya Renaisans tercermin dalam lukisan, terutama potret, dengan gambaran laki-laki yang menekankan status sosial dan peran politik atau profesional, citra maskulin ideal yang sangat condong pada penguasaan yang kuat,” kata sejarawan dan penulis Julia Biggs, pakar sejarah seni Renaisans.

“Sebaliknya, para perempuan yang digambarkan dalam potret di era ini menampilkan kecantikan feminin yang ideal (muda), kebajikan (kesederhanaan, kerendahan hati, kepatuhan) juga keibuan.”

Baca juga:

Lukisan The Virgin and Child (c1570-80) karya Bernadino Campi.

Sumber gambar, The Royal Collection Enterprises Limited 2024/ Royal Collection Trust

Keterangan gambar, Lukisan The Virgin and Child (1570-1580) karya Bernadino Campi.

Ketiga Dewi yang merupakan anak-anak perempuan dari Dewa Zeus, yaitu Euphrosyne, Aglaea dan Thalia, mencerminkan pandangan laki-laki dalam penggambaran Renaisans mereka, sebagai pengkultusan terhadap pesona, keanggunan dan kecantikan.

Tidak hanya tentang bagaimana seharusnya penampilan seorang perempuan tetapi juga tentang bagaimana seharusnya dia berperilaku.

Mereka menampilkan konsep keanggunan yang tidak jelas dan sangat erat dengan Raphael, yang mana para patron sangat ingin dilekatkan dengan penggambaran tersebut.

Hal ini merupakan istilah yang dihubungkan dengan keistimewaan, kebajikan dan cinta, sementara tarian berputar-putar para Dewi menunjukkan keseimbangan dan harmoni, yang merupakan prinsip utama estetika Renaisans.

Baca juga:

Tanpa disadari, sebagai sebuah kelompok, mereka sudah menggabungkan pengetahuan patriarki tentang kebajikan feminin dengan perayaan tentang tubuh perempuan dan persaudaraan kaum perempuan.

Pada masa itu, ketelanjangan perempuan memiliki konotasi yang berbeda.

Di satu sisi, jelas Biggs kepada BBC, The Three Graces “mungkin telah menjadi bagian dari kiasan ‘ketelanjangan yang suci’, di mana ketelanjangan merupakan “indikasi kejujuran dan kemurnian”.

Akan tetapi di tempat lain ketelanjangan perempuan “diasosiasikan dengan rasa malu”.

Dalam lukisan dinding karya Masacchio yang berjudul Expulsion from the Garden of Eden (tahun 1424-1427), hanya Hawa yang dicap berdosa, yang menutupi alat kelaminnya.

Biggs mencatat bahwa lukisan itu “sebagai bagian dari la scopa, suatu ritual mempermalukan para perempuan pezina di Ferrara, Italia, dengan memaksa para perempuan tersebut berlari telanjang.”

'Drawing the Italian Renaissance' adalah sebuah pameran di King's Gallery, Istana Buckingham, London.

Sumber gambar, The Royal Collection Enterprises Limited 2024/Royal Collection Trust

Keterangan gambar, ‘Drawing the Italian Renaissance’ adalah sebuah pameran di King’s Gallery, Istana Buckingham, London.

Ketelanjangan seperti itu sangat kontras dengan aturan berpakaian perempuan yang sopan di masa Renaisans.

“Di depan umum kebanyakan perempuan akan menutupi tubuh mereka tepat dari bawah tulang selangka sampai ke mata kaki, dan menutup seluruh lengan mereka,” jelas Biggs.

Adegan Mitologis dan Alkitabiah memberikan alasan bagi para seniman untuk menanggalkan pakaian mereka, juga menanggapi keinginan para patron laki-laki untuk memperlihatkan “pengetahuan erotis” atau bahkan “memberikan penghormatan kepada kehebatan seksual mereka sendiri”, kata Biggs.

Bahkan terhadap para perempuan yang berpakaian, Drawing the Italian Renaissance mencerminkan peran dikotomis yang tersedia bagi mereka, mulai dari seorang perempuan penggoda dalam The Temptation of St Anthony karya Annibale Carracci (tahun 1595) hingga 13 gelar berbeda Perawan Maria karya Michelangelo, Da Vinci dan orang-orang pada masanya.

Akan tetapi, pameran ini menunjukkan bahwa yang kita lakukan lebih dari sekedar berdiri dan menikmati Renaissans dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Tersedia buku sketsa bergambar dan bahan-bahan melukis dapat ditemukan di galeri sebagai pengganti katalog konvensional.

Kita diundang untuk terlibat dengan karya-karya tersebut melalui usaha kreatif kita sendiri, yang bagi sebagian orang merupakan kesempatan untuk melukis ulang definisi mereka sendiri tentang laki-laki dan perempuan.

Drawing The Italian Renaissance berlangsung di King’s Gallery, Istana Buckingham sampai 9 Maret 2025.

Versi bahasa Inggris artikel ini yang berjudul The hidden meanings in a 16th-Century female nude dapat Anda baca di BBC Culture.

Tinggalkan Balasan